FPI, Teruslah Lawan Tempo !
Oleh Yons Achmad*
Tempo menantang perang. FPI melawan. Itu sudah benar. Sebuah kartun di Tempo, digambarkan bagaimana sosok Habib Rizieq Syihab sedang berbincang dengan seorang wanita tanpa jilbab dengan baju seksi.
Jika Majalah Tempo tidak meminta maaf kepada FPI dan umat Islam mengenai karikatur yang diduga melecehkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, FPI siap 'berdarah-darah' sampai Tempo mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
"Jika Tempo memberikan klarifikasi, menemui kami, kita semua, dan mengakui kesalahannya lalu minta maaf kepada umat Islam atas pelecehan ulama yang telah dilakukan wartawan Tempo, maka selesai sudah aksi ini," teriak orator di atas mobil komando.
Namun, jika Tempo tidak mau memberikan klarifikasi, kata orator, FPI berjanji akan memboikot dan menerjunkan massa dengan jumlah yang lebih besar lagi.
"Siapa pun dia yang mempunyai ide pembuatan karikatur imam besar kami, seret kesini, redaksi, pegawai, siapa pun dia. Tolong jelaskan dengan sejelas-jelasnya kenapa kalian membuat karikatur imam besar umat Islam seolah-olah doyan seks. Ini penghinaan atas umat Islam!" teriak orator di depan kantor Majalah Tempo.
Sebelumnya, Majalah Tempo Edisi 26 Februari 2018, memuat kartun yang menggambarkan seorang pria berjubah putih, yang sedang duduk di depan seorang wanita, Pria berjubah mengatakan, ‘Maaf saya tidak jadi pulang.’ Sementara, sang wanita menjawab, ‘Yang kamu lakukan jahat.’
Pemimpin redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli akhirnya menyampaikan permintaan maafnya mengenai kartun yang diduga pemimpin FPI, Rizieq Shihab, di depan ratusan massa FPI dan Alumni 212 yang menggeruduk kantor Majalah Tempo di Jalan Palmerah Barat, Grogol Utara, Jum'at (16/3/2018).
Setelah beberapa orang delegasi FPI masuk ke redaksi Majalah Tempo untuk menyampaikan keberatannya atas dugaan pelecehan dan penghinaan terhadap Rizieq Shihab, akhirnya Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli menemui massa FPI.
"Persoalan ini seharusnya diselesaikan di dewan pers. Namun, karena akan memakan waktu berminggu-minggu maka kami akan berikan hak jawab dalam edisi Majalah Tempo berikutnya, pada Senin pekan depan." Demikian kata Arif Zulkifli dari atas mobil komando.
Akan tetapi, tindakan Arif Zulkifli yang tidak meminta maaf kepada massa yang beraksi, hal tersebut memancing emosi dan tuntutan dari massa yang hadir.
"Woy, minta maaf, minta maaf," teriak salah satu massa FPI.
Massa FPI meminta agar Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli untuk segera menyampaikan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi pelecehan dan penghinaan ulama.
"Jangan pulang dulu sebelum mereka minta maaf," teriak orator FPI.
Setelah sempat terjadi keributan kecil antara massa FPI dan Redaksi Majalah Tempo, akhirnya Arif Zulkifli dengan berat hati menyampaikan permintaan maaf.
"Kami minta maaf atas segala yang menyinggung perasaan anda sekalian," ujar Arif Zulkifli, Juru Bicara FPI, Novel Bamukmin menyampaikan bahwa FPI dan umat Islam menunggu permintaan maaf Majalah Tempo secara tertulis dalam edisi berikutnya.
"Jika hari ini kita dengar secara lisan maka Senin pekan depan kita lihat secara tulisan," jelasnya, FPI berjanji akan mengawasi dan mengawal janji atau kesepakatan permintaan maaf Majalah Tempo secara tertulis.
"Jika diulang jangan salahkan kita karena kita akan tempur sampai titik darah penghabisan," teriak Novel Bamukmin dari atas mobil komando.
Sekitar pukul 16.17 WIB, massa FPI mulai meninggalkan kantor Majalah Tempo. Sedangkan arus lalu lintas di Jalan Palmerah Barat terpantau macet, Aparat kepolisian yang berjaga-jaga di lokasi sejak pagi masih bersiaga untuk mengamankan aksi massa. (kumparan.com).*
Oleh Yons Achmad*
Tempo menantang perang. FPI melawan. Itu sudah benar. Sebuah kartun di Tempo, digambarkan bagaimana sosok Habib Rizieq Syihab sedang berbincang dengan seorang wanita tanpa jilbab dengan baju seksi.
“Maaf saya tidak jadi pulang” “Yang kamu lakukan itu jahat”. Dimuat di Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018.
Sontak, FPI melakukan demonstrasi melawan Tempo. FPI menilai kartun itu sebuah tindakan pelecehan dan penghinaan terhadap Imam Besarnya. Orang atau media boleh saja tak suka dengan HRS, tapi bayangkan bagaimana perasaan pengikut dan murid-muridnya digambarkan begitu?
Tak suka didemo FPI, Tempo menulis dalam tajuknya “Demo FPI dan Sikap Kami”. Saya catat poinnya:
Tak suka didemo FPI, Tempo menulis dalam tajuknya “Demo FPI dan Sikap Kami”. Saya catat poinnya:
(1) Tempo merasa demo FPI sudah berlebihan, intimidatif, polisi harus proses hukum,
(2) Tempo ngeles gambar kartun itu tak merujuk langsung HRS
(3) Tempo akan melawan intimidasi, sebab kalau tidak dilawan, akan memunculkan korban media lain. Hal ini katanya sangat membahayakan kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Di media sosial, Tempo juga mencoba mencari dukungan publik dengan tagar #SayaBersamaTempo. Sayangnya kampanye pembelaaan ala Tempo itu tak digubris netizen.
Di media sosial, Tempo juga mencoba mencari dukungan publik dengan tagar #SayaBersamaTempo. Sayangnya kampanye pembelaaan ala Tempo itu tak digubris netizen.
Kini, tinggal menunggu bagaimana Dewan Pers bersikap. Apakah menilai bahwa kartun itu sebuah produk jurnalistik yang wajar-wajar saja? Tak perlu terlalu dipersoalkan. Dianggap kritik biasa di alam demokrasi. Atau telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran di ranah jurnalistik.
Terlepas dari putusan Dewan Pers nantinya, saya berpendapat begini. Ada pelajaran kecil tentang jurnalisme damai yang pernah saya dapatkan. Kalau berita dimuat dalam sebuah media, termasuk kartun atau karikatur dan berpotensi memunculkan konflik, maka lebih baik tidak usah dimuat.
Terlepas dari putusan Dewan Pers nantinya, saya berpendapat begini. Ada pelajaran kecil tentang jurnalisme damai yang pernah saya dapatkan. Kalau berita dimuat dalam sebuah media, termasuk kartun atau karikatur dan berpotensi memunculkan konflik, maka lebih baik tidak usah dimuat.
Inilah “Kurang ajarnya” Tempo. Redaksi memilih untuk mengejek HRS. Beropini kalau HRS itu sosok yang jahat, tak taat hukum. Memang, Tempo boleh ngeles kalau sosok itu tidak merujuk langsung pada HRS. Tapi, netizen atau pembaca tak goblok Bung !
Kalau Tempo kemudian merasa demo itu berlebihan, mengaku ada intimidasi, apakah kekerasan wacana lewat teks dan gambar itu tidak berlebihan dalam mengejek HRS?
Kalau Tempo kemudian merasa demo itu berlebihan, mengaku ada intimidasi, apakah kekerasan wacana lewat teks dan gambar itu tidak berlebihan dalam mengejek HRS?
Jadi, dalam kasus ini, sekali lagi hukum yang berlaku barangkali, seperti kata orang Betawi “Lu jual gua beli”. Jadi tak usah merengek-rengek minta dikasihani.
Tempo, “Yang kamu lakukan ke HRS itu jahat”. Alih-alih mengutuk intimidasi, Tempo memulainya dengan kekerasan wacana yang juga intimidatif. Jadi, ambilah cermin.
Memang, debat paling elegan perlu dimediasi. Dan Dewan Pers menjadi lembaga yang memungkinkan. Walau kita tahu, beberapa “petinggi” di sana diantaranya “orang dekat” Tempo.
Memang, debat paling elegan perlu dimediasi. Dan Dewan Pers menjadi lembaga yang memungkinkan. Walau kita tahu, beberapa “petinggi” di sana diantaranya “orang dekat” Tempo.
Tapi, apa boleh buat, inilah arena adu argumentasi yang “Ilmiah” untuk menemukan kebenaran dalam sengketa jurnalisme kita. Kalau FPI menempuh jalur ini, saya yakin akan “Menang”. []
Depok, 19 Maret 2018
*Kolumnis. Pengamat Media. Pendiri Kanet Indonesia
Depok, 19 Maret 2018
*Kolumnis. Pengamat Media. Pendiri Kanet Indonesia
Tempo Minta Maaf
Ratusan orang anggota FPI yang juga merupakan Alumni 212, Jum'at (16/3/2018) pukul 14.00 WIB menggeruduk kantor Majalah Tempo di Jalan Palmerah Barat, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Jika Tempo memberikan klarifikasi, menemui kami, kita semua, dan mengakui kesalahannya lalu minta maaf kepada umat Islam atas pelecehan ulama yang telah dilakukan wartawan Tempo, maka selesai sudah aksi ini," teriak orator di atas mobil komando.
Namun, jika Tempo tidak mau memberikan klarifikasi, kata orator, FPI berjanji akan memboikot dan menerjunkan massa dengan jumlah yang lebih besar lagi.
"Siapa pun dia yang mempunyai ide pembuatan karikatur imam besar kami, seret kesini, redaksi, pegawai, siapa pun dia. Tolong jelaskan dengan sejelas-jelasnya kenapa kalian membuat karikatur imam besar umat Islam seolah-olah doyan seks. Ini penghinaan atas umat Islam!" teriak orator di depan kantor Majalah Tempo.
Sebelumnya, Majalah Tempo Edisi 26 Februari 2018, memuat kartun yang menggambarkan seorang pria berjubah putih, yang sedang duduk di depan seorang wanita, Pria berjubah mengatakan, ‘Maaf saya tidak jadi pulang.’ Sementara, sang wanita menjawab, ‘Yang kamu lakukan jahat.’
Pemimpin redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli akhirnya menyampaikan permintaan maafnya mengenai kartun yang diduga pemimpin FPI, Rizieq Shihab, di depan ratusan massa FPI dan Alumni 212 yang menggeruduk kantor Majalah Tempo di Jalan Palmerah Barat, Grogol Utara, Jum'at (16/3/2018).
Setelah beberapa orang delegasi FPI masuk ke redaksi Majalah Tempo untuk menyampaikan keberatannya atas dugaan pelecehan dan penghinaan terhadap Rizieq Shihab, akhirnya Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli menemui massa FPI.
"Persoalan ini seharusnya diselesaikan di dewan pers. Namun, karena akan memakan waktu berminggu-minggu maka kami akan berikan hak jawab dalam edisi Majalah Tempo berikutnya, pada Senin pekan depan." Demikian kata Arif Zulkifli dari atas mobil komando.
Akan tetapi, tindakan Arif Zulkifli yang tidak meminta maaf kepada massa yang beraksi, hal tersebut memancing emosi dan tuntutan dari massa yang hadir.
"Woy, minta maaf, minta maaf," teriak salah satu massa FPI.
Massa FPI meminta agar Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli untuk segera menyampaikan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi pelecehan dan penghinaan ulama.
"Jangan pulang dulu sebelum mereka minta maaf," teriak orator FPI.
Setelah sempat terjadi keributan kecil antara massa FPI dan Redaksi Majalah Tempo, akhirnya Arif Zulkifli dengan berat hati menyampaikan permintaan maaf.
"Kami minta maaf atas segala yang menyinggung perasaan anda sekalian," ujar Arif Zulkifli, Juru Bicara FPI, Novel Bamukmin menyampaikan bahwa FPI dan umat Islam menunggu permintaan maaf Majalah Tempo secara tertulis dalam edisi berikutnya.
"Jika hari ini kita dengar secara lisan maka Senin pekan depan kita lihat secara tulisan," jelasnya, FPI berjanji akan mengawasi dan mengawal janji atau kesepakatan permintaan maaf Majalah Tempo secara tertulis.
"Jika diulang jangan salahkan kita karena kita akan tempur sampai titik darah penghabisan," teriak Novel Bamukmin dari atas mobil komando.
Sekitar pukul 16.17 WIB, massa FPI mulai meninggalkan kantor Majalah Tempo. Sedangkan arus lalu lintas di Jalan Palmerah Barat terpantau macet, Aparat kepolisian yang berjaga-jaga di lokasi sejak pagi masih bersiaga untuk mengamankan aksi massa. (kumparan.com).*
Post a Comment