Afi Nihaya Fardisa vs Gilang Kazuya Shimura. Afi Bilang Agama Itu Warisan. Gilang Menjelaskan, Agama Itu Fitrah!
Pola pemikiran Afi Nihaya adalah pola pemikiran kaum Islam Liberal yang tergabung dalam JIL (Jaringan Islam Liberal). Afi pun menjadi sosok pemikir islam Liberal masa depan yang akan mengkampanyekan keberagamaan dengan pemikiran dasar "semua agama sama". Let's see!
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita.
Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata, teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya.
Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
Maka, Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu,
memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya.
Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman". Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan.
Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan?
Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain.
Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir.
Dek Afi yang terhormat, kita emang gak bisa milih kita memeluk agama apa, karena kita didoktrin oleh orang tua kita. Tapi adek tau gak, kalau secara fitrah kita udah muslim? Adek gak tau? Makanya kakak kasih tau sekarang, ada kok hadits nya dek :
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari 1296).
Tugas manusia adalah mencari jati diri nya, makanya setiap manusia dikasih otak buat berpikir lewat tanda-tanda yang Allah kasih. Makanya kita yang muslim nyebut muallaf sebagai “kembali ke fitrah”, karena sejati nya dia kembali ke jati diri nya yang asli.
Masalah bersitegang, ah adek ini kayak anak SD aja, jangankan soal iman dek, soal artis korea aja masih pada ngotot siapa yang paling ganteng / cantik, apalagi soal prinsip.
Agama itu prinsip hidup dek, kalau kita menganggap semua agama benar, apa beda nya dengan balita yang gak bisa bedain mana kacang mana kecoak? Soal islam agama yang benar, kan udah ada dek ayat nya di Al-Baqarah ayat 2, penegasan nya ada di surat Yunus ayat 37-38. Kakak berani taruhan, nggak ada ayat-ayat setegas ini di agama lain. Coba aja adek cek, kalau adek udah gak sibuk sama wawancara dari orang-orang yang (maaf) sok bijak.
Maksud adek jangan sesekali menjadi Tuhan gimana dek? Karena kita melabeli orang sebagai kafir dan masuk neraka?
Mungkin adek meradang sama mereka yang melabeli orang dengan sebutan kafir, tapi adek tau gak kalau mereka cuma mencocokkan identitas mereka dengan apa yang ada di Alquran? Gak ada beda nya dek sama petugas warnet yang disuruh pemilik warnet untuk melabeli tingkat pendidikan dari seragam yang dipakai, gak lebih. Tapi apa dengan itu si petugas langsung merasa jadi pemilik warnet? Nggak kan.
Gak usah pake bayangkan dek, adek pernah baca Al-baqarah ayat 256 gak? Kalau iya, aneh kalau adek masih bilang islam memaksa orang lain pindah agama. Lagipula liat aja dek sejarah nya, agama mana yang paling suka memaksa orang lain memeluk agama mereka ketika mereka menjadi mayoritas, buka mata dan jadilah orang dewasa dek.
Semua orang berhak mengklaim agama mereka yang terbaik, gak ada yang larang kok, wong iklan detergen aja bilang produk mereka yang terbaik. Tapi masalahnya, sejauh mana akal pikiran kita dipakai buat mencari kebenaran yang paling benar, bukan kebenaran atas dasar pingin tenar. Balik lagi ke tantangan yang kakak sebutkan diatas, adakah agama lain yang punya ayat setegas Al-Baqarah ayat 2?
Label neraka atau surga, itu juga gak lebih kayak guru yang bilang ke murid nya yang pemalas bahwa dia gak bakalan naik kelas. Logis toh? Gimana cara nya naik kelas kalau belajar aja nggak? Sama kayak label neraka, gimana mau masuk surga kalau sama Allah aja gak percaya?
Tidak ada dek yang meragukan kekuasaan Tuhan, tapiiii… Baca lagi ya dek sejarah nya, Allah gak pernah membuat agama lain selain Islam, orang-orang dhalim lah yang memutar balikkan fakta menjadi agama-agama baru yang beraneka ragam. Itu juga jadi salah satu bukti kekuasaan Allah & salah satu bentuk ujian di dunia untuk makhluk-Nya.
Makanya banyak baca ya dek, mumpung masih muda :)
Soal kerukunan dek, kita bandingin aja yuk arab saudi vs italia, negara yang mewakili dua agama terbesar di dunia, di negara mana terjadi lebih banyak kriminalitas? Mohon bandingin nya pake akal sehat yah dek, jangan pake kebencian terhadap kaum bergamis.
Yang nama nya mayoritas, wajar kok kalau mereka menerapkan hukum mereka, analogi nya, di rumah adek, yang berlaku adalah adat istiadat di keluarga dek Afi kan? Kalau semisal ada orang lain yang ujug-ujug dateng ke rumah adek dan maksa keluarga adek ikutin adat istiadat dia, apa adek mau terima?
Adek kayaknya beneran gak tau ya sejarah pancasila? Clue nya jelas dek, sila ke satu apa? Agama apa yang sepaham dengan sila ke satu? Adek harus tau, bahwa dasar negara kita yang paling inti diambil dari Alquran, bukan dari injil, weda, tripitaka atau kitab lain nya. Makanya kakak aneh liat tulisan adek yang bilang dasar negara gak boleh dari salah satu agama. Tanah yang kamu pijak itu juga bisa terbebas dari penjajah atas jasa para ulama dan santri loh dek, apa coba kitab panutan mereka? Yang jelas bukan komik Doraemon.
Suatu hari nanti kakak akan menceritakan kepada keturunan kakak bahwa ada banyak oknum bertulisan seperti bijak yang aslinya bahkan nggak ngerti apa arti bijak itu sendiri. Orang-orang yang menginginkan situasi yang sangat fana dan diluar jangkauan realitas hanya karena ingin diterima oleh berbagai pihak. Kakak harap dek Afi gak masuk sebagai jajaran oknum itu :)
Terakhir, kakak mau menukil quote dari Abdullah bin Mas’ud :
“Ilmu itu bukanlah sebuah kemahiran dalam berkata-kata, tetapi ilmu itu (menimbulkan) taqwa kepada Tuhan”
Dari hamba Allah yang masih mencari ilmu
Gilang Kazuya Shimura
TANGGAPAN PANJANG LAINNYA
WARISAN?
Oleh Tendi Murti
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
----------------------------------------------------------
Mari kita bedah dan jawab tentang paragraf Afi di atas. Benarkah jika seluruh masyarakat dalam sebuah negara memeluk agama yang sama akan bermuara pada kerukunan? Jawabannya yang satu agama saja bisa rusuh, apalagi dalam satu negara berlainan agama, kan?
Tapi tidak apa-apa, mari kita bahas dan saya katakan lebih memungkinkan untuk tidak rusuh jika hanya satu agama. Setidaknya satu komponen masalah telah hilang dalam memicu kerusuhan, yaitu prebedaan agama. Lalu kenapa sudah satu agama tapi tetap saja masih rusuh? Ada komponen lain yang belum selesai urusannya.
Lalu bisakah dengan agama tanpa ada kerusuhan karena agama? Jawabannya BISA! Bahkan tidak perlu satu negara penduduknya memeluk satu agama saja. Beberapa agama dalam datu negara bisa damai kok. Syaratnya setiap pemeluk agama tunduk pada aturan agama masing-masing dan tak boleh memaksakan kehendaknya.
Di Islam jelas sekali batasannya.
"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (Qs. Al-Kafirun:6)”
Jadi, ketika risalah TERSAMPAIKAN pada agama lain, maka selesailah kewajiban tanpa harus memaksakan kehendaknya. Sekali lagi kuncinya adalah TERSAMPAIKAN bukan MEMAKSAKAN.
Adakah negeri yang seperti itu? Yang walaupun berbeda agama tapi semuanya rukun, rakyatnya makmur? Ada! Ini pernah terjadi pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Bahkan saking makmurnya pada saat itu tidak ada yang layak menerima zakat. Silakan analisis lagi sejarahnya ya Fi. :)
Pertanyaannya "Lalu kenapa sekarang tidak seperti itu?" Ini yang seharusnya kita mikir.
Dulu, ketika Umar bin Abdul Aziz memimpin negerinya, ia menjadi khalifah yang soleh, menteri-menteri yang soleh dan rakyat yang soleh. Pemeluk agama lain juga ikut aturan agamanya dan tidak mengganggu agama lainnya.
Kebalikan dengan sekarang, yang mengaku muslimnya sendiri tidak bangga dengan keislamannya. Bahkan cenderung merasa nggak zaman banget dan kampungan mempelajari agama.
Jadi, wajar saja bukan keadaan sekarang lebih ngaco?
Lanjut tentang sentimen Mayoritas vs Minoritas.
Kalau yang ini, saya masih belum paham arahnya Afi mau kemana. Bisakah pembahasannya dipertajam Fi?
Kalau arahnya yang mayoritas menekan dan mengebiri minoritas (terutama di Indonesia), boleh kah Afi tunjukan dimananya?
Jika yang ini terjawab maka saya akan menjawabnya lagi.
Mari kita sedikit berkaca pada sejarah ketika (lagi-lagi) Umar bin Abdul Aziz menjadi seorang pemimpin. Memang nggak ada lagi contoh yang lain? Banyak. Tapi cukuplah satu dan silakan hadirin cari referensi lainnya ya.
Lanjut... Adakah sejarahnya Umar bin Abdul Aziz (yang agamanya kuat) mengintimidasi minoritas?
Kita tarik lebih jauh lagi, ketika Umar bin Khattab menaklukan Jerusalem alias Palestina sekarang, apakah bangunan-bangunan peribadatan agama lain dihancurkan dan dipaksa untuk masuk Islam? Silakan cek lagi ke sejarah ya. Atau ketika Salahudin Al-Ayubi membebaskan Palestina, apakah ada yang dihancurkan? Bahkan dalam aturan peperangan di Islam, pepohonan saja tidak boleh dirusak.
Lalu mari kita bandingkan, ketika Andalusia negeri Muslim di Spanyol direbut oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabela, mereka mengeluarkan dekrit yang isinya mengusir kaum muslimin keluar dari Andalusia Spanyol atau memeluk agama Kristen. (Bahkan, Yahudi dan agama lainnya juga terusir setelah kekuasaan Islam di Andalusia runtuh).
Ini sebuah fakta sejarah yang tidak bisa kita ubah dan bukan menjadi sebuah penghinaan. Dari sini kita bisa belajar bukan Fi?
Lanjut? Mari kita lanjut.... :)
----------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
----------------------------------------------------------
Untuk urusan ideologi saya kira sudah selesai ya Fi. Dasar negara kita adalah Pancasila. Ini sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Dengan legowo ulama-ulama sejak peletakan dasar negara mereka telah menerimanya. Kenapa? Karena dalam Pancasila tak ada pertentangan dengan Islam.
Yang menjadi kontradiksi dari tulisan Afi adalah kalimat ini:
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya.
Ini berlaku untuk SELURUH AGAMA yang ada di Indonesia bukan?
Berarti kalau begitu Islam juga termasuk bukan Fi? Jika iya, maka wajar ketika umat Islam menjalankan agamanya bukan? Dan syariat Islam yang wajib bagi umat Islam bisa dijalankan juga bukan? Jika iya, maka saya sepakat.
Logika sederhananya, agama Islam dijalankan oleh umat Islam, Budha dijalankan oleh umat Budha, Hindu dijalankan oleh umat Hindu. Ini wajar banget dan alamiah. Jadi, jika seperti itu, kalau ada umat Islam yang menjalankan syariat Islam UNTUK DIRINYA SENDIRI, itu adalah hal yang lumrah dan kenapa mesti diperdebatkan? Atau karena umat Islam mayoritas jadi harus selalu salah?
Oh iya, jangan pernah membayangkan bahwa syariat Islam hanya sebatas hukum-hukum negara seperti potong tangan dan lainnya. Ini terlalu dangkal. Hukum negara itu tak lebih dari 20% saja dalam syariat Islam. Ini yang dikatakan oleh Buya Hamka (CMIIW)
- Ketika Afi harus masuk kamar mandi dan baca doa, itu syariat Islam.
- Ketika Afi ingin berangkat sekolah dan cium tangan orang tua, ini juga syariat Islam.
- Hormat sama yang tua, ini juga syariat Islam.
Jadi kalau hal semacam ini dilarang, apa kata dunia? Lagian, syariat Islam ini hanya digunakan oleh yang muslim. Kan aneh juga orang non muslim ngikut cara-cara kita, bukan?
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
-------------------------------------------------------
Saya hanya ingin bilang bahwa negeri ini hancur bukan karena agama warisan, tapi karena manusia-manusianya yang tidak memegang agamanya masing-masing. Tidak takut akan dosa, tidak tenggang rasa, tidak saling menghormati. Ini saja sih "simpelnya."
Dan untuk masalah teknologi, Turki kini adalah salah satu negeri dengan pemimpin dengan agama yang baik, perangkat pemerintah dengan agama yang baik, rakyat dengan agamanya yang baik. Adakah non muslim disana? Tentu saja. :)
Kok contohnya luar negeri sih mas Ten? Lah, kalau dalam negeri mah kan memang belum ada contohnya. Hehehe... Dan sebagai seorang yang belajar, justru bagus ketika kita mempelajari negara lain. Membandingkan negeri kita dengan negeri lainnya adalah kewajaran jika tujuannya untuk memperbaiki diri. Kenapa nggak sama Amerika membandingkannya? Atau Rusia negara maju? Karena saya mengikuti perkembangan Turki semenjak disebut negara sakit sampai dengan menjadi salah satu negara maju.
Jangan terkungkung dengan perkembangan zaman. Afi sendiri yang bilang bukan kalau yang lain mah sudah ke bulan? Indonesia belum ke bulan jadi tentu yang dimaksud Afi adalah selain Indonesia.
Oke deh, terima kasih ya fi atas tulisanmu. Tulisanmu keren-keren.
Jangan berhenti nulis karena banyak yang tercerahkan dengan tulisanmu.
Oh ya, kenapa nabi kita Muhammad saw mukjizatnya berupa Quran? Karena tidak lain sepeninggal nabi Isa as umat manusia akan lebih mengagungkan tulisan-tulisan. Maka Allah swt ngasih mukjizat berupa Al-Quran untuk menjadi pembanding dari para penulis semenjak zaman Quraiys sampai akhir zaman.
Terakhir, anggap saja tulisan ini seperti seorang kakak sama adik yang lagi ngobrol di kebun belakang rumah. Sambil melihat betapa ranumnya buah mangga yang bapak kita tanam semenjak ia masih muda. Kita menikmatinya dengan hangat sambil tersenyum.
Agama yang kita peluk ini indah dan tak bersalah. Tidak ada Islam moderat atau radikal jika kita dengan bijak mempelarinya.
Semoga tulisan ini membantu. Saya tidak berharap Afi membaca buku-buku Islam seperti buku Ibnu Taimiyah, Yusuf Qardawi dan ulama-ulama kontemporer lainnya. Karena saya yakin jika Afi mau tahu lebih dalam, Afi tahu yang harus dilakukan.
Selamat berpuasa ya Fi.
Regrads,
Tendi Murti
Pola pemikiran Afi Nihaya adalah pola pemikiran kaum Islam Liberal yang tergabung dalam JIL (Jaringan Islam Liberal). Afi pun menjadi sosok pemikir islam Liberal masa depan yang akan mengkampanyekan keberagamaan dengan pemikiran dasar "semua agama sama". Let's see!
WARISAN
Ditulis oleh Afi Nihaya FaradisaKebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita.
Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata, teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya.
Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
Maka, Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu,
memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya.
Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman". Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan.
Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan?
Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain.
Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir.
Tulisan Gilang Kazuya Shimura
Menanggapi Tulisan Afi Nihaya Faradisa Soal Agama "Warisan"Dek Afi yang terhormat, kita emang gak bisa milih kita memeluk agama apa, karena kita didoktrin oleh orang tua kita. Tapi adek tau gak, kalau secara fitrah kita udah muslim? Adek gak tau? Makanya kakak kasih tau sekarang, ada kok hadits nya dek :
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari 1296).
Tugas manusia adalah mencari jati diri nya, makanya setiap manusia dikasih otak buat berpikir lewat tanda-tanda yang Allah kasih. Makanya kita yang muslim nyebut muallaf sebagai “kembali ke fitrah”, karena sejati nya dia kembali ke jati diri nya yang asli.
Masalah bersitegang, ah adek ini kayak anak SD aja, jangankan soal iman dek, soal artis korea aja masih pada ngotot siapa yang paling ganteng / cantik, apalagi soal prinsip.
Agama itu prinsip hidup dek, kalau kita menganggap semua agama benar, apa beda nya dengan balita yang gak bisa bedain mana kacang mana kecoak? Soal islam agama yang benar, kan udah ada dek ayat nya di Al-Baqarah ayat 2, penegasan nya ada di surat Yunus ayat 37-38. Kakak berani taruhan, nggak ada ayat-ayat setegas ini di agama lain. Coba aja adek cek, kalau adek udah gak sibuk sama wawancara dari orang-orang yang (maaf) sok bijak.
Maksud adek jangan sesekali menjadi Tuhan gimana dek? Karena kita melabeli orang sebagai kafir dan masuk neraka?
Mungkin adek meradang sama mereka yang melabeli orang dengan sebutan kafir, tapi adek tau gak kalau mereka cuma mencocokkan identitas mereka dengan apa yang ada di Alquran? Gak ada beda nya dek sama petugas warnet yang disuruh pemilik warnet untuk melabeli tingkat pendidikan dari seragam yang dipakai, gak lebih. Tapi apa dengan itu si petugas langsung merasa jadi pemilik warnet? Nggak kan.
Gak usah pake bayangkan dek, adek pernah baca Al-baqarah ayat 256 gak? Kalau iya, aneh kalau adek masih bilang islam memaksa orang lain pindah agama. Lagipula liat aja dek sejarah nya, agama mana yang paling suka memaksa orang lain memeluk agama mereka ketika mereka menjadi mayoritas, buka mata dan jadilah orang dewasa dek.
Semua orang berhak mengklaim agama mereka yang terbaik, gak ada yang larang kok, wong iklan detergen aja bilang produk mereka yang terbaik. Tapi masalahnya, sejauh mana akal pikiran kita dipakai buat mencari kebenaran yang paling benar, bukan kebenaran atas dasar pingin tenar. Balik lagi ke tantangan yang kakak sebutkan diatas, adakah agama lain yang punya ayat setegas Al-Baqarah ayat 2?
Label neraka atau surga, itu juga gak lebih kayak guru yang bilang ke murid nya yang pemalas bahwa dia gak bakalan naik kelas. Logis toh? Gimana cara nya naik kelas kalau belajar aja nggak? Sama kayak label neraka, gimana mau masuk surga kalau sama Allah aja gak percaya?
Tidak ada dek yang meragukan kekuasaan Tuhan, tapiiii… Baca lagi ya dek sejarah nya, Allah gak pernah membuat agama lain selain Islam, orang-orang dhalim lah yang memutar balikkan fakta menjadi agama-agama baru yang beraneka ragam. Itu juga jadi salah satu bukti kekuasaan Allah & salah satu bentuk ujian di dunia untuk makhluk-Nya.
Makanya banyak baca ya dek, mumpung masih muda :)
Soal kerukunan dek, kita bandingin aja yuk arab saudi vs italia, negara yang mewakili dua agama terbesar di dunia, di negara mana terjadi lebih banyak kriminalitas? Mohon bandingin nya pake akal sehat yah dek, jangan pake kebencian terhadap kaum bergamis.
Yang nama nya mayoritas, wajar kok kalau mereka menerapkan hukum mereka, analogi nya, di rumah adek, yang berlaku adalah adat istiadat di keluarga dek Afi kan? Kalau semisal ada orang lain yang ujug-ujug dateng ke rumah adek dan maksa keluarga adek ikutin adat istiadat dia, apa adek mau terima?
Adek kayaknya beneran gak tau ya sejarah pancasila? Clue nya jelas dek, sila ke satu apa? Agama apa yang sepaham dengan sila ke satu? Adek harus tau, bahwa dasar negara kita yang paling inti diambil dari Alquran, bukan dari injil, weda, tripitaka atau kitab lain nya. Makanya kakak aneh liat tulisan adek yang bilang dasar negara gak boleh dari salah satu agama. Tanah yang kamu pijak itu juga bisa terbebas dari penjajah atas jasa para ulama dan santri loh dek, apa coba kitab panutan mereka? Yang jelas bukan komik Doraemon.
Suatu hari nanti kakak akan menceritakan kepada keturunan kakak bahwa ada banyak oknum bertulisan seperti bijak yang aslinya bahkan nggak ngerti apa arti bijak itu sendiri. Orang-orang yang menginginkan situasi yang sangat fana dan diluar jangkauan realitas hanya karena ingin diterima oleh berbagai pihak. Kakak harap dek Afi gak masuk sebagai jajaran oknum itu :)
Terakhir, kakak mau menukil quote dari Abdullah bin Mas’ud :
“Ilmu itu bukanlah sebuah kemahiran dalam berkata-kata, tetapi ilmu itu (menimbulkan) taqwa kepada Tuhan”
Dari hamba Allah yang masih mencari ilmu
Gilang Kazuya Shimura
TANGGAPAN PANJANG LAINNYA
Oleh Tendi Murti
Hehehe, mungkin ada yang ngeuh dengan judul di atas? Baru-baru ini sosmed ramai dengan tulisan-tulisan Afi Nihaya Faradisa. Viralnya ngeri sampai ribuan. Bahkan beberapa sampai puluhan ribu.
Kebayang dengan viral yang seperti itu akan berdampak seperti apa bukan?
Sebelum dilanjutkan, beberapa kali saya buat status yang mungkin tampak aneh. Hehehe... tentang ketiga nabi yang kita imani. Mari kita telaah sejenak.
- Nabi Musa as diberi mukjizat berupa tongkat yang bisa membelah lautan dan menjadi ular karena bahasa kaumnya waktu itu memang dengan sihir. Ketika mereka terkalahkan dengan mukjizat, maka urusan selesai. Tinggal beriman atau nggak.
- Nabi Isa as diberi mukjizat bisa menyembuhkan orang sakit, bahkan bisa menghidupkan yang mati, karena memang bahasa kaumnya adalah dengan pengobatan.
- Nabi Muhammad saw diberi beberapa mukjizat namun mukjizat yang terhebat justru "hanya" sebuah firman Allah swt yang dibukukan pada masa kekhalifahan Usman bin Affan.
Pertanyaannya, kenapa mukjizat yang keren justru malah berupa "buku"?
Nah, pertanyaan ini yang ingin saya bahas dan disesuaikan dengan keadaan sekarang yang berbantah-bantahan dengan menggunakan tulisan.
Terlebih karena saya nggak punya tongkat yang bisa dijadikan ular derik. Hehehe...
Begini...
Terus terang sebenarnya saya baru beberapa kali saja buka akun Afi. Tulisannya keren, paten. Bahkan saya lebih banyak setujunya pada setiap rangkaian pembahasan dalam artikel-artikel yang ditulis Afi.
Namun, ketika masuk ke artikel yang berjudul "WARISAN" saya sedikit mengerutkan dahi. Artikelnya menyulut pro kontra. Tulisannya seperti "bijaksana" namun mengundang keraguan yang sudah "beriman".
Karena itu, ijinkan saya membedah tulisan Afi ya. Semoga dengan tulisan saya ini, ada masukan yang berimbang dan menjadi pertimbangan bagi siapa saja yang membacanya.
Boleh ya...
Yuk kita mulai dengan mencopas tulisan Afi dengan memenggal satu atau beberapa paragraf untuk ditanggapi.
--------------------
Tulisan Afi:
WARISAN
Ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Kebayang dengan viral yang seperti itu akan berdampak seperti apa bukan?
Sebelum dilanjutkan, beberapa kali saya buat status yang mungkin tampak aneh. Hehehe... tentang ketiga nabi yang kita imani. Mari kita telaah sejenak.
- Nabi Musa as diberi mukjizat berupa tongkat yang bisa membelah lautan dan menjadi ular karena bahasa kaumnya waktu itu memang dengan sihir. Ketika mereka terkalahkan dengan mukjizat, maka urusan selesai. Tinggal beriman atau nggak.
- Nabi Isa as diberi mukjizat bisa menyembuhkan orang sakit, bahkan bisa menghidupkan yang mati, karena memang bahasa kaumnya adalah dengan pengobatan.
- Nabi Muhammad saw diberi beberapa mukjizat namun mukjizat yang terhebat justru "hanya" sebuah firman Allah swt yang dibukukan pada masa kekhalifahan Usman bin Affan.
Pertanyaannya, kenapa mukjizat yang keren justru malah berupa "buku"?
Nah, pertanyaan ini yang ingin saya bahas dan disesuaikan dengan keadaan sekarang yang berbantah-bantahan dengan menggunakan tulisan.
Terlebih karena saya nggak punya tongkat yang bisa dijadikan ular derik. Hehehe...
Begini...
Terus terang sebenarnya saya baru beberapa kali saja buka akun Afi. Tulisannya keren, paten. Bahkan saya lebih banyak setujunya pada setiap rangkaian pembahasan dalam artikel-artikel yang ditulis Afi.
Namun, ketika masuk ke artikel yang berjudul "WARISAN" saya sedikit mengerutkan dahi. Artikelnya menyulut pro kontra. Tulisannya seperti "bijaksana" namun mengundang keraguan yang sudah "beriman".
Karena itu, ijinkan saya membedah tulisan Afi ya. Semoga dengan tulisan saya ini, ada masukan yang berimbang dan menjadi pertimbangan bagi siapa saja yang membacanya.
Boleh ya...
Yuk kita mulai dengan mencopas tulisan Afi dengan memenggal satu atau beberapa paragraf untuk ditanggapi.
--------------------
Tulisan Afi:
WARISAN
Ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata,
Teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
-----------
Kita penggal tulisannya sampai disini dulu. Mari kita bahas.
Kita mulai dari kata "kebetulan". Ketika pertama kali saya membaca artikel ini langsung disuguhkan dengan kata "kebetulan".
Karena Afi mengakui dirinya seorang muslim walaupun hanya karena "KEBETULAN" maka landasan yang ingin saya pakai untuk membedah tulisanmu berdasarkan Islam juga ya.
Menurut Afi ia menjadi seorang muslim karena kebetulan. Benarkah ia menjadi seorang muslim karena kebetulan?
Kalau memang teori kebetulan itu ada, maka ketika Afi jago menulis, maka bisa dikatakan "Oh itu kebetulan saja Afi suka baca." Kalau suka baca adalah kebetulan, maka KEINGINAN membaca buku itu adalah kebetulan. Padahal letak keinginan berada dalam sebuah keputusan kita untuk menginginkan sesuatu itu. Pertanyaannya adalah siapa yang menciptakan keinginan itu sendiri? Kalau dirunut pakai akal manusia maka dengan menarik mundur sampai sejauh itu saja langsung mentok dan kita tidak mampu menelaah lebih jauh kecuali dengan jawaban ayat ini:
“Apakah Alloh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk:14)
Juga dengan ayat ini:
“Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Alloh?” (QS. Al-Baqoroh:140)
Allah swt menantang siapa yang lebih tahu, apakah kita sebagai manusia yang penuh kelemahan atau Allah swt yang memang menciptakan kita. Ayat di atas sekaligus menantang siapa saja yang merasa lebih tahu atas segala macam apa yang dilakukannya, bahkan dituliskannya.
Dengan nukilan dua ayat di atas semuanya menjadi jelas bahwa Allah swt yang menginginkan hal tersebut.
Sama dengan apa yang dikatakan Afi bahwa ia adalah seorang muslim bukanlah kebetulan. Allah swt yang menginginkannya.
Pembahasan selanjutnya dari beberapa paragraf di atas adalah berbicara tentang "WARISAN AGAMA". Ini menarik banget untuk di bahas. Warisan ini juga sesuai banget dengan hadits nabi:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim)
sama persis yang disangkakan Afi bahwa agama yang dipegannya saat ini adalah warisan dari orang tua nya. Orang tua beragama Islam maka muslim lah ia. Orang tua beragama Nasrani maka Nasrani lah ia, begitu juga dengan Hindu dan Budha.
Lalu apakah dengan agama warisan itu salah? Tentu saja tidak! Yang salah adalah ketika kita sadar bahwa kita beragama warisan lalu berhenti mempelajarinya, berhenti menganalisanya.
Seharusnya ketika sadar bahwa agama kita adalah agama warisan, kita mulai mempertanyakan agama kita "Oke, agama saya hari ini adalah warisan, berarti harus ada yang menjadi agama pegangan.
Teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
-----------
Kita penggal tulisannya sampai disini dulu. Mari kita bahas.
Kita mulai dari kata "kebetulan". Ketika pertama kali saya membaca artikel ini langsung disuguhkan dengan kata "kebetulan".
Karena Afi mengakui dirinya seorang muslim walaupun hanya karena "KEBETULAN" maka landasan yang ingin saya pakai untuk membedah tulisanmu berdasarkan Islam juga ya.
Menurut Afi ia menjadi seorang muslim karena kebetulan. Benarkah ia menjadi seorang muslim karena kebetulan?
Kalau memang teori kebetulan itu ada, maka ketika Afi jago menulis, maka bisa dikatakan "Oh itu kebetulan saja Afi suka baca." Kalau suka baca adalah kebetulan, maka KEINGINAN membaca buku itu adalah kebetulan. Padahal letak keinginan berada dalam sebuah keputusan kita untuk menginginkan sesuatu itu. Pertanyaannya adalah siapa yang menciptakan keinginan itu sendiri? Kalau dirunut pakai akal manusia maka dengan menarik mundur sampai sejauh itu saja langsung mentok dan kita tidak mampu menelaah lebih jauh kecuali dengan jawaban ayat ini:
“Apakah Alloh yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk:14)
Juga dengan ayat ini:
“Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Alloh?” (QS. Al-Baqoroh:140)
Allah swt menantang siapa yang lebih tahu, apakah kita sebagai manusia yang penuh kelemahan atau Allah swt yang memang menciptakan kita. Ayat di atas sekaligus menantang siapa saja yang merasa lebih tahu atas segala macam apa yang dilakukannya, bahkan dituliskannya.
Dengan nukilan dua ayat di atas semuanya menjadi jelas bahwa Allah swt yang menginginkan hal tersebut.
Sama dengan apa yang dikatakan Afi bahwa ia adalah seorang muslim bukanlah kebetulan. Allah swt yang menginginkannya.
Pembahasan selanjutnya dari beberapa paragraf di atas adalah berbicara tentang "WARISAN AGAMA". Ini menarik banget untuk di bahas. Warisan ini juga sesuai banget dengan hadits nabi:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yg menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari&Muslim)
sama persis yang disangkakan Afi bahwa agama yang dipegannya saat ini adalah warisan dari orang tua nya. Orang tua beragama Islam maka muslim lah ia. Orang tua beragama Nasrani maka Nasrani lah ia, begitu juga dengan Hindu dan Budha.
Lalu apakah dengan agama warisan itu salah? Tentu saja tidak! Yang salah adalah ketika kita sadar bahwa kita beragama warisan lalu berhenti mempelajarinya, berhenti menganalisanya.
Seharusnya ketika sadar bahwa agama kita adalah agama warisan, kita mulai mempertanyakan agama kita "Oke, agama saya hari ini adalah warisan, berarti harus ada yang menjadi agama pegangan.
Apakah aku tetap hanya beragama Islam, atau akan pindah ke kristen, Budha, Hindu atau agama lainnya?" Kenapa kita harus mempertanyakan itu semua? Karena sebagai makhluk yang berpikir pasti ia akan bingung, kesal dan kecewa ketika ia tidak menemukan apa yang kita butuh jawabannya. Dan saya yakin kapasitas Afi sudah mumpuni untuk menalar sampai ke arah sana.
Jika dianalogikan maka kata "FITRAH" ini sebenarnya adalah kode atau petunjuk pada sebuah ketenangan yang setiap manusia inginkan.
Pertanyaan selanjutnya FITRAH disini maksudnya apa sih? Simpelnya gini, ketika Anda mules dan ingin buang air besar maka fitrahnya adalah Anda harus ke toilet dan buang air. Ini fitrah. Kentut juga FITRAH. Kalau tidak dilakukan maka ia menjadi penyakit.
Sama dengan agama. Siapa saja yang serius menganalisia perbandingan agama, maka kesimpulannya HANYA AKAN MENGARAH PADA SATU AGAMA. Islam? Bagi saya betul Islam lah yang paling sesuai dengan fitrah. Tapi saya tidak tahu jika Afi menganalisia sendiri. Bisa jadi kesimpulannya berbeda. Hehehe...
Namun selama penalaran Afi tentang perbandingan agama didorong dengan niatan ingin mencari kebenaran, maka ia akan bertemu dengan agama yang ia katakan sebagai agama warisannya saat ini. Nggak percaya? Saya tidak ingin memaksa Afi untuk mempelajarinya. Jika memang niat, Afi bakal baca sendiri.
Nah bagaimana dengan menemukan keyakinan agama yang sesuai dengan FITRAH manusia ini? Gampang. Jadikan Afi seorang yang menjadi netral dalam beragama dan mulailah menganalisis satu-satu agama mana yang sesuai dengan FITRAH manusia. Dengan begitu akan terjawab agama yang mana yang sesuai dengan fitrah manusia. Syaratnya melepas ego diri.
Saya yakin ketika Afi dan teman warisan yang berbeda agama akan menemukan jawabannya mana agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Ini juga sekaligus menjawab bahwa setiap agama untuk pemeluknya adalah yang paling benar. Maka jika iya, saya tantang Afi dan teman warisan beda agamanya untuk menganalisis hal yang sudah saya sampaikan di atas.
Oke, kita lanjut ke tulisan Afi yang lainnya ya.
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Maka,
Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jika dianalogikan maka kata "FITRAH" ini sebenarnya adalah kode atau petunjuk pada sebuah ketenangan yang setiap manusia inginkan.
Pertanyaan selanjutnya FITRAH disini maksudnya apa sih? Simpelnya gini, ketika Anda mules dan ingin buang air besar maka fitrahnya adalah Anda harus ke toilet dan buang air. Ini fitrah. Kentut juga FITRAH. Kalau tidak dilakukan maka ia menjadi penyakit.
Sama dengan agama. Siapa saja yang serius menganalisia perbandingan agama, maka kesimpulannya HANYA AKAN MENGARAH PADA SATU AGAMA. Islam? Bagi saya betul Islam lah yang paling sesuai dengan fitrah. Tapi saya tidak tahu jika Afi menganalisia sendiri. Bisa jadi kesimpulannya berbeda. Hehehe...
Namun selama penalaran Afi tentang perbandingan agama didorong dengan niatan ingin mencari kebenaran, maka ia akan bertemu dengan agama yang ia katakan sebagai agama warisannya saat ini. Nggak percaya? Saya tidak ingin memaksa Afi untuk mempelajarinya. Jika memang niat, Afi bakal baca sendiri.
Nah bagaimana dengan menemukan keyakinan agama yang sesuai dengan FITRAH manusia ini? Gampang. Jadikan Afi seorang yang menjadi netral dalam beragama dan mulailah menganalisis satu-satu agama mana yang sesuai dengan FITRAH manusia. Dengan begitu akan terjawab agama yang mana yang sesuai dengan fitrah manusia. Syaratnya melepas ego diri.
Saya yakin ketika Afi dan teman warisan yang berbeda agama akan menemukan jawabannya mana agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Ini juga sekaligus menjawab bahwa setiap agama untuk pemeluknya adalah yang paling benar. Maka jika iya, saya tantang Afi dan teman warisan beda agamanya untuk menganalisis hal yang sudah saya sampaikan di atas.
Oke, kita lanjut ke tulisan Afi yang lainnya ya.
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Maka,
Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
---------------------------------------------------------
Mari kita bahas paragraf yang Afi tuliskan di atas.
Tarik menarik pada agama masing-masing adalah fitrah dari agama itu sendiri. Agama mengajarkan kebenaran versi masing-masing. Maka wajar saja jika mereka saling tarik menarik untuk mengajak pada kebenaran. Sekali lagi ini fitrah dan tak perlu naif.
Yang menjadi masalah adalah CARA MENARIK nya ini lah yang harus diperhatikan. Apakah ia dilakukan dengan cara baik-baik. Dengan cara membandingkan, dengan cara menelaah secara keilmuan atau dengan cara ngasih sembako agar masuk agama A. Pakai sihir dan sebagainya.
Pertikaian tentang keyakinan ini tidak bisa dielakan sejak zaman kuda gigit menyan, sejak Iblis membujuk Adam untuk memakan buah terlarang, sejak Musa dilahirkan karena Firaun merasa dirinya Tuhan, sejak Bani Israel yang beragama Islam menyelewengkan ajaran Musa dan sejak nabi Muhammad saw berdakwah meluruskan ajaran Islam yang membelot.
Sudah cukup? Belum pertentangan-pertentangan tersebut terus berlanjut sampai perang Salib, keruntuhan Konstantinopel, keruntuhan Kekhalifahan Utsmani dan akan terus berlangsung sampai akhir zaman.
Titik temu yang menurut Afi mustahil adalah seharusnya bisa terjadi jika dialog-dialog antar agama dilakukan tanpa harus nyinyir. Ini yang dilakukan oleh para pakar perbandingan agama. Namun, kapasitasnya adalah seorang pakar perbandingan agama ya. Bukan yang lain. Bukan gubernur, bukan presiden, bukan ulama A yang menjelaskan agama B.
Setiap agama punya pakar perbandingan agama. Nah, silakan kita ikuti pendapat-pendapat mereka.
Nah, diskusi perbandingan agama tersebut tujuannya tidak lain adalah dalam rangka menemukan kebenaran. Sekali lagi MENEMUKAN KEBENARAN, BUKAN PEMBENARAN.
Jika diskusi itu terjadi dan pada hati setiap orang yang mengikuti diskusi tersebut bertujuan mencari kebenaran, maka muaranya hanya akan ke satu agama saja. Saya tidak akan bilang Islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Kenapa? Karena itu keyakinan saya. Untuk pembuktiannya, bukan kapasitas saya untuk membahas hal tersebut. Afi bisa cari banyak referensi untuk masalah perbandingan agama ini.
Lanjut ke kutipan Jalaludin Rumi. Hehe... pegel juga ngetik di HP panjang-panjang gini.
Saya kopas ulang ya dari kutipannya Afi.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Karena perumpamaan ini merunjuk pada paragraf sebelumnya yaitu tentang agama, maka saya berasumsi bahwa Afi mengatakan agama (kebenaran, sesuai dengan kutipan) itu seperti cermin yang jatuh dari Tuhan dan pecah terurai.
Perumpamaan ini menurut saya kurang tepat, karena TUHAN tidak akan pernah melakukan kesalahan (Versi Islam seperti itu). Kesalahan menjatuhkan cermin alias agama adalah kesalahan terbodoh oleh Tuhan jika niat-Nya menurunkan agama dalam rangka menghancurkan manusia.
Tuhan tidak akan pernah membiarkan apapun darinya untuk menyulitkan manusia. Jika Tuhan sembrono menjatuhkan cermin dan cermin yang terurai itu dipungut oleh setiap orang, maka Tuhan tidak bertanggung jawab atas penciptaanya.
Yang benar adalah, Tuhan ngasih cermin (kebenaran = tuntunan = kitab) kepada manusia dan manusia itu lah yang memecahkannya. Tapi tidak selesai sampai disini. Ketika cermin itu pecah, Tuhan ngasih lagi cermin yang baru yang lebih bagus, pecah lagi oleh manusia, dikasih lagi yang lebih bagus, pecah lagi. Terakhir dikasih lagi yang lebih bagus dan sempurna dan itulah kebenaran mutlak sampai akhir zaman versi Islam. Versi Islamnya dikatakan dalam ayat Al-Maidah Ayat 3.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah:3)
Dan untuk urusan penjagaan dsn kemurnian Al-Quran, Allah swt yang akan menjaga sendiri kitab Al-Quran yang diturunkan-Nya.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Ini lah kenapa sampai sekarang Kitab Suci Al-Quran tidak ada pertentangan didalamnya.
Versi Islam seperti itu. Mungkin beda sendiri dengan versi agama lain. Ya silakan saja. Akan lebih bagus lagi kalau dikuatkan dengan ayat dalam kitab-kitab mereka. Adakah ayat seperti itu? Jangan nanya ke saya. Hehe...
Oke, lanjut lagi ya... yang baca jangan pegel dan baper. Hehehe... Saya nulis artikel ini sambil nahan laper demi para hadirin yang galau karena artikel warisan viral sampai-sampai ada yang mualaf ragu lagi dengan keislamannya.
Yuk lanjut bahas paragraf Afi yang belum tuntas saya bedah...
Jika melihat dalam paragraf Afi di atas, kebenaran itu tidak lain adalah agama. Dan yang berkaitan dengan agama ya kitab-kitab yang Allah turunkan pada para nabinya:
- Taurat kepada Nabi Musa as.
- Jabur kepada Nabi Daud as.
- Injil kepada nabi Isa as.
- Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw.
Penyempurnaan demi penyempurnaan kitab ini sudah jelas baik secara iman maupun secara keilmuan. Secara iman tidak perlu ditentang karena ia bersifat doktrin. Secara keilmuan, maka ini lah menjadi tugas manusia untuk membandingkan agamanya jika ia masih merasa bahwa agama yang dipeluknya sekarang adalah AGAMA WARISAN.
Maka, perkataan Jalaludin Rumi menurut saya kurang tepat untuk menilai sebuah kebenaran yang datang dari Tuhan.
------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman".
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
----------------------------------------------------------
Untuk paragraf yang ini saya sepakat. Karena memang tugas manusia hanya menyampaikan risalah agamanya dan ini lah seharusnya yang menjadi titik tekan dalam artikel Afi.
----------------------------
Tulisan Afi:
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
----------------------------------------------------------
Baik, saya akan jawab pertanyaan Afi. Boleh ditentang, boleh dianalisis terlebih dahulu baik secara agama, sejarah dan hal yang menurut Afi cocok dan menjawab pertanyaanmu.
Dalam Islam Allah swt hanya menurunkan satu agama. Yaitu Islam. Karena Afi muslim, maka kita sama-sama merujuk pada Al-Quran ya.
- Nabi Ibrahim as mengajarkan Islam. Ini bisa Afi lihat pada Quran surat Ali Imran ayat 67, surat Al-Baqarah ayatb131-132.
- Nabi Musa as membawa agama Islam. Ini bisa Afi lihat pada surat Yunus ayat 84.
- Nabi Isa as agama Islam bisa dilihat dari Qs. Al-A'raf ayat 126.
- Nabi Sulaiman as beragama Islam bisa dilihat dari surat An-Naml ayat 31.
Jadi para nabi adalah rangkaian pembawa risalah Islam. Pertanyaannya adalah dari mana nama Yahudi dan Kristen? Silakan baca sejarah penamaan Yahudi dan Kristen ya. Karena akan sangat panjang kalau dibahas dari segi sejarah.
Jadi kenapa ada agama lain? Disinilah letaknya nafsu. Allah swt ngasih akal untuk berpikir dan MEMUTUSKAN. Makanya kenapa manusia dibilang sempurna dalam hal penciptaannya dibanding makhluk Allah swt yang lain. Ini karena manusia dikasih akal. Nah, akal inilah yang kemudian. ALLAH swt kasih panduannya agar tidak salah mikir. Panduannya berupa apa? Agama dan kitab-kitabnya.
Oh iya, saya tidak akan membahas Hindu dan Budha ya karena bukan agama Samawi.
Jawaban bahwa Tuhan menurunkan banyak agama terbantahkan kalau merujuk pada Islam. Kenapa? Karena sejak dari awal para Rasul memang hanya mengabarkan risalah keislaman.
Oke, kita lanjut ya... :)
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
---------------------------------------------------------
Mari kita bahas paragraf yang Afi tuliskan di atas.
Tarik menarik pada agama masing-masing adalah fitrah dari agama itu sendiri. Agama mengajarkan kebenaran versi masing-masing. Maka wajar saja jika mereka saling tarik menarik untuk mengajak pada kebenaran. Sekali lagi ini fitrah dan tak perlu naif.
Yang menjadi masalah adalah CARA MENARIK nya ini lah yang harus diperhatikan. Apakah ia dilakukan dengan cara baik-baik. Dengan cara membandingkan, dengan cara menelaah secara keilmuan atau dengan cara ngasih sembako agar masuk agama A. Pakai sihir dan sebagainya.
Pertikaian tentang keyakinan ini tidak bisa dielakan sejak zaman kuda gigit menyan, sejak Iblis membujuk Adam untuk memakan buah terlarang, sejak Musa dilahirkan karena Firaun merasa dirinya Tuhan, sejak Bani Israel yang beragama Islam menyelewengkan ajaran Musa dan sejak nabi Muhammad saw berdakwah meluruskan ajaran Islam yang membelot.
Sudah cukup? Belum pertentangan-pertentangan tersebut terus berlanjut sampai perang Salib, keruntuhan Konstantinopel, keruntuhan Kekhalifahan Utsmani dan akan terus berlangsung sampai akhir zaman.
Titik temu yang menurut Afi mustahil adalah seharusnya bisa terjadi jika dialog-dialog antar agama dilakukan tanpa harus nyinyir. Ini yang dilakukan oleh para pakar perbandingan agama. Namun, kapasitasnya adalah seorang pakar perbandingan agama ya. Bukan yang lain. Bukan gubernur, bukan presiden, bukan ulama A yang menjelaskan agama B.
Setiap agama punya pakar perbandingan agama. Nah, silakan kita ikuti pendapat-pendapat mereka.
Nah, diskusi perbandingan agama tersebut tujuannya tidak lain adalah dalam rangka menemukan kebenaran. Sekali lagi MENEMUKAN KEBENARAN, BUKAN PEMBENARAN.
Jika diskusi itu terjadi dan pada hati setiap orang yang mengikuti diskusi tersebut bertujuan mencari kebenaran, maka muaranya hanya akan ke satu agama saja. Saya tidak akan bilang Islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Kenapa? Karena itu keyakinan saya. Untuk pembuktiannya, bukan kapasitas saya untuk membahas hal tersebut. Afi bisa cari banyak referensi untuk masalah perbandingan agama ini.
Lanjut ke kutipan Jalaludin Rumi. Hehe... pegel juga ngetik di HP panjang-panjang gini.
Saya kopas ulang ya dari kutipannya Afi.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
Karena perumpamaan ini merunjuk pada paragraf sebelumnya yaitu tentang agama, maka saya berasumsi bahwa Afi mengatakan agama (kebenaran, sesuai dengan kutipan) itu seperti cermin yang jatuh dari Tuhan dan pecah terurai.
Perumpamaan ini menurut saya kurang tepat, karena TUHAN tidak akan pernah melakukan kesalahan (Versi Islam seperti itu). Kesalahan menjatuhkan cermin alias agama adalah kesalahan terbodoh oleh Tuhan jika niat-Nya menurunkan agama dalam rangka menghancurkan manusia.
Tuhan tidak akan pernah membiarkan apapun darinya untuk menyulitkan manusia. Jika Tuhan sembrono menjatuhkan cermin dan cermin yang terurai itu dipungut oleh setiap orang, maka Tuhan tidak bertanggung jawab atas penciptaanya.
Yang benar adalah, Tuhan ngasih cermin (kebenaran = tuntunan = kitab) kepada manusia dan manusia itu lah yang memecahkannya. Tapi tidak selesai sampai disini. Ketika cermin itu pecah, Tuhan ngasih lagi cermin yang baru yang lebih bagus, pecah lagi oleh manusia, dikasih lagi yang lebih bagus, pecah lagi. Terakhir dikasih lagi yang lebih bagus dan sempurna dan itulah kebenaran mutlak sampai akhir zaman versi Islam. Versi Islamnya dikatakan dalam ayat Al-Maidah Ayat 3.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah:3)
Dan untuk urusan penjagaan dsn kemurnian Al-Quran, Allah swt yang akan menjaga sendiri kitab Al-Quran yang diturunkan-Nya.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Ini lah kenapa sampai sekarang Kitab Suci Al-Quran tidak ada pertentangan didalamnya.
Versi Islam seperti itu. Mungkin beda sendiri dengan versi agama lain. Ya silakan saja. Akan lebih bagus lagi kalau dikuatkan dengan ayat dalam kitab-kitab mereka. Adakah ayat seperti itu? Jangan nanya ke saya. Hehe...
Oke, lanjut lagi ya... yang baca jangan pegel dan baper. Hehehe... Saya nulis artikel ini sambil nahan laper demi para hadirin yang galau karena artikel warisan viral sampai-sampai ada yang mualaf ragu lagi dengan keislamannya.
Yuk lanjut bahas paragraf Afi yang belum tuntas saya bedah...
Jika melihat dalam paragraf Afi di atas, kebenaran itu tidak lain adalah agama. Dan yang berkaitan dengan agama ya kitab-kitab yang Allah turunkan pada para nabinya:
- Taurat kepada Nabi Musa as.
- Jabur kepada Nabi Daud as.
- Injil kepada nabi Isa as.
- Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw.
Penyempurnaan demi penyempurnaan kitab ini sudah jelas baik secara iman maupun secara keilmuan. Secara iman tidak perlu ditentang karena ia bersifat doktrin. Secara keilmuan, maka ini lah menjadi tugas manusia untuk membandingkan agamanya jika ia masih merasa bahwa agama yang dipeluknya sekarang adalah AGAMA WARISAN.
Maka, perkataan Jalaludin Rumi menurut saya kurang tepat untuk menilai sebuah kebenaran yang datang dari Tuhan.
------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman".
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
----------------------------------------------------------
Untuk paragraf yang ini saya sepakat. Karena memang tugas manusia hanya menyampaikan risalah agamanya dan ini lah seharusnya yang menjadi titik tekan dalam artikel Afi.
----------------------------
Tulisan Afi:
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
----------------------------------------------------------
Baik, saya akan jawab pertanyaan Afi. Boleh ditentang, boleh dianalisis terlebih dahulu baik secara agama, sejarah dan hal yang menurut Afi cocok dan menjawab pertanyaanmu.
Dalam Islam Allah swt hanya menurunkan satu agama. Yaitu Islam. Karena Afi muslim, maka kita sama-sama merujuk pada Al-Quran ya.
- Nabi Ibrahim as mengajarkan Islam. Ini bisa Afi lihat pada Quran surat Ali Imran ayat 67, surat Al-Baqarah ayatb131-132.
- Nabi Musa as membawa agama Islam. Ini bisa Afi lihat pada surat Yunus ayat 84.
- Nabi Isa as agama Islam bisa dilihat dari Qs. Al-A'raf ayat 126.
- Nabi Sulaiman as beragama Islam bisa dilihat dari surat An-Naml ayat 31.
Jadi para nabi adalah rangkaian pembawa risalah Islam. Pertanyaannya adalah dari mana nama Yahudi dan Kristen? Silakan baca sejarah penamaan Yahudi dan Kristen ya. Karena akan sangat panjang kalau dibahas dari segi sejarah.
Jadi kenapa ada agama lain? Disinilah letaknya nafsu. Allah swt ngasih akal untuk berpikir dan MEMUTUSKAN. Makanya kenapa manusia dibilang sempurna dalam hal penciptaannya dibanding makhluk Allah swt yang lain. Ini karena manusia dikasih akal. Nah, akal inilah yang kemudian. ALLAH swt kasih panduannya agar tidak salah mikir. Panduannya berupa apa? Agama dan kitab-kitabnya.
Oh iya, saya tidak akan membahas Hindu dan Budha ya karena bukan agama Samawi.
Jawaban bahwa Tuhan menurunkan banyak agama terbantahkan kalau merujuk pada Islam. Kenapa? Karena sejak dari awal para Rasul memang hanya mengabarkan risalah keislaman.
Oke, kita lanjut ya... :)
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
----------------------------------------------------------
Mari kita bedah dan jawab tentang paragraf Afi di atas. Benarkah jika seluruh masyarakat dalam sebuah negara memeluk agama yang sama akan bermuara pada kerukunan? Jawabannya yang satu agama saja bisa rusuh, apalagi dalam satu negara berlainan agama, kan?
Tapi tidak apa-apa, mari kita bahas dan saya katakan lebih memungkinkan untuk tidak rusuh jika hanya satu agama. Setidaknya satu komponen masalah telah hilang dalam memicu kerusuhan, yaitu prebedaan agama. Lalu kenapa sudah satu agama tapi tetap saja masih rusuh? Ada komponen lain yang belum selesai urusannya.
Lalu bisakah dengan agama tanpa ada kerusuhan karena agama? Jawabannya BISA! Bahkan tidak perlu satu negara penduduknya memeluk satu agama saja. Beberapa agama dalam datu negara bisa damai kok. Syaratnya setiap pemeluk agama tunduk pada aturan agama masing-masing dan tak boleh memaksakan kehendaknya.
Di Islam jelas sekali batasannya.
"Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (Qs. Al-Kafirun:6)”
Jadi, ketika risalah TERSAMPAIKAN pada agama lain, maka selesailah kewajiban tanpa harus memaksakan kehendaknya. Sekali lagi kuncinya adalah TERSAMPAIKAN bukan MEMAKSAKAN.
Adakah negeri yang seperti itu? Yang walaupun berbeda agama tapi semuanya rukun, rakyatnya makmur? Ada! Ini pernah terjadi pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Bahkan saking makmurnya pada saat itu tidak ada yang layak menerima zakat. Silakan analisis lagi sejarahnya ya Fi. :)
Pertanyaannya "Lalu kenapa sekarang tidak seperti itu?" Ini yang seharusnya kita mikir.
Dulu, ketika Umar bin Abdul Aziz memimpin negerinya, ia menjadi khalifah yang soleh, menteri-menteri yang soleh dan rakyat yang soleh. Pemeluk agama lain juga ikut aturan agamanya dan tidak mengganggu agama lainnya.
Kebalikan dengan sekarang, yang mengaku muslimnya sendiri tidak bangga dengan keislamannya. Bahkan cenderung merasa nggak zaman banget dan kampungan mempelajari agama.
Jadi, wajar saja bukan keadaan sekarang lebih ngaco?
Lanjut tentang sentimen Mayoritas vs Minoritas.
Kalau yang ini, saya masih belum paham arahnya Afi mau kemana. Bisakah pembahasannya dipertajam Fi?
Kalau arahnya yang mayoritas menekan dan mengebiri minoritas (terutama di Indonesia), boleh kah Afi tunjukan dimananya?
Jika yang ini terjawab maka saya akan menjawabnya lagi.
Mari kita sedikit berkaca pada sejarah ketika (lagi-lagi) Umar bin Abdul Aziz menjadi seorang pemimpin. Memang nggak ada lagi contoh yang lain? Banyak. Tapi cukuplah satu dan silakan hadirin cari referensi lainnya ya.
Lanjut... Adakah sejarahnya Umar bin Abdul Aziz (yang agamanya kuat) mengintimidasi minoritas?
Kita tarik lebih jauh lagi, ketika Umar bin Khattab menaklukan Jerusalem alias Palestina sekarang, apakah bangunan-bangunan peribadatan agama lain dihancurkan dan dipaksa untuk masuk Islam? Silakan cek lagi ke sejarah ya. Atau ketika Salahudin Al-Ayubi membebaskan Palestina, apakah ada yang dihancurkan? Bahkan dalam aturan peperangan di Islam, pepohonan saja tidak boleh dirusak.
Lalu mari kita bandingkan, ketika Andalusia negeri Muslim di Spanyol direbut oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabela, mereka mengeluarkan dekrit yang isinya mengusir kaum muslimin keluar dari Andalusia Spanyol atau memeluk agama Kristen. (Bahkan, Yahudi dan agama lainnya juga terusir setelah kekuasaan Islam di Andalusia runtuh).
Ini sebuah fakta sejarah yang tidak bisa kita ubah dan bukan menjadi sebuah penghinaan. Dari sini kita bisa belajar bukan Fi?
Lanjut? Mari kita lanjut.... :)
----------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
----------------------------------------------------------
Untuk urusan ideologi saya kira sudah selesai ya Fi. Dasar negara kita adalah Pancasila. Ini sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Dengan legowo ulama-ulama sejak peletakan dasar negara mereka telah menerimanya. Kenapa? Karena dalam Pancasila tak ada pertentangan dengan Islam.
Yang menjadi kontradiksi dari tulisan Afi adalah kalimat ini:
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya.
Ini berlaku untuk SELURUH AGAMA yang ada di Indonesia bukan?
Berarti kalau begitu Islam juga termasuk bukan Fi? Jika iya, maka wajar ketika umat Islam menjalankan agamanya bukan? Dan syariat Islam yang wajib bagi umat Islam bisa dijalankan juga bukan? Jika iya, maka saya sepakat.
Logika sederhananya, agama Islam dijalankan oleh umat Islam, Budha dijalankan oleh umat Budha, Hindu dijalankan oleh umat Hindu. Ini wajar banget dan alamiah. Jadi, jika seperti itu, kalau ada umat Islam yang menjalankan syariat Islam UNTUK DIRINYA SENDIRI, itu adalah hal yang lumrah dan kenapa mesti diperdebatkan? Atau karena umat Islam mayoritas jadi harus selalu salah?
Oh iya, jangan pernah membayangkan bahwa syariat Islam hanya sebatas hukum-hukum negara seperti potong tangan dan lainnya. Ini terlalu dangkal. Hukum negara itu tak lebih dari 20% saja dalam syariat Islam. Ini yang dikatakan oleh Buya Hamka (CMIIW)
- Ketika Afi harus masuk kamar mandi dan baca doa, itu syariat Islam.
- Ketika Afi ingin berangkat sekolah dan cium tangan orang tua, ini juga syariat Islam.
- Hormat sama yang tua, ini juga syariat Islam.
Jadi kalau hal semacam ini dilarang, apa kata dunia? Lagian, syariat Islam ini hanya digunakan oleh yang muslim. Kan aneh juga orang non muslim ngikut cara-cara kita, bukan?
-------------------------------------------------------
Tulisan Afi:
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
-------------------------------------------------------
Saya hanya ingin bilang bahwa negeri ini hancur bukan karena agama warisan, tapi karena manusia-manusianya yang tidak memegang agamanya masing-masing. Tidak takut akan dosa, tidak tenggang rasa, tidak saling menghormati. Ini saja sih "simpelnya."
Dan untuk masalah teknologi, Turki kini adalah salah satu negeri dengan pemimpin dengan agama yang baik, perangkat pemerintah dengan agama yang baik, rakyat dengan agamanya yang baik. Adakah non muslim disana? Tentu saja. :)
Kok contohnya luar negeri sih mas Ten? Lah, kalau dalam negeri mah kan memang belum ada contohnya. Hehehe... Dan sebagai seorang yang belajar, justru bagus ketika kita mempelajari negara lain. Membandingkan negeri kita dengan negeri lainnya adalah kewajaran jika tujuannya untuk memperbaiki diri. Kenapa nggak sama Amerika membandingkannya? Atau Rusia negara maju? Karena saya mengikuti perkembangan Turki semenjak disebut negara sakit sampai dengan menjadi salah satu negara maju.
Jangan terkungkung dengan perkembangan zaman. Afi sendiri yang bilang bukan kalau yang lain mah sudah ke bulan? Indonesia belum ke bulan jadi tentu yang dimaksud Afi adalah selain Indonesia.
Oke deh, terima kasih ya fi atas tulisanmu. Tulisanmu keren-keren.
Jangan berhenti nulis karena banyak yang tercerahkan dengan tulisanmu.
Oh ya, kenapa nabi kita Muhammad saw mukjizatnya berupa Quran? Karena tidak lain sepeninggal nabi Isa as umat manusia akan lebih mengagungkan tulisan-tulisan. Maka Allah swt ngasih mukjizat berupa Al-Quran untuk menjadi pembanding dari para penulis semenjak zaman Quraiys sampai akhir zaman.
Terakhir, anggap saja tulisan ini seperti seorang kakak sama adik yang lagi ngobrol di kebun belakang rumah. Sambil melihat betapa ranumnya buah mangga yang bapak kita tanam semenjak ia masih muda. Kita menikmatinya dengan hangat sambil tersenyum.
Agama yang kita peluk ini indah dan tak bersalah. Tidak ada Islam moderat atau radikal jika kita dengan bijak mempelarinya.
Semoga tulisan ini membantu. Saya tidak berharap Afi membaca buku-buku Islam seperti buku Ibnu Taimiyah, Yusuf Qardawi dan ulama-ulama kontemporer lainnya. Karena saya yakin jika Afi mau tahu lebih dalam, Afi tahu yang harus dilakukan.
Selamat berpuasa ya Fi.
Regrads,
Tendi Murti
Post a Comment