Tafsir Surat Al Baqarah:183 tentang Puasa Ramadhan: Pengertian, Sejarah, dan Hikmah.
PUASA adalah bahasa Indonesianya Shaum atau Shiyam (Arab). Secara bahasa, menurut Kamus Bahasa Indonesia, puasa artinya:
Di masyarakat Jawa juga ada istilah pasa, kemudian berkembang menjadi puasa, yang artinya kekangan, mengekang, menahan sesuatu dari.
Salah satu rahasia, hikmah, atau alasan diwajibkannya puasa di Bulan Ramadan adalah di bulan inilah diturunkannya Al-Quran.
“Bulan Ramadhan adalah bulan bulan diturunkannya Al Qur’an. Al Quran adalah petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS. Al Baqarah: 185).
Kewajiban puasa Ramadhan ditetapkan dalam Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Dalam ayat tersebut ada tiga kata kunci:
Siapa yang dimaksud orang-orang yang beriman?
Rasulullah Saw menjelaskan makna iman dalam sebuah hadits:
“Iman adalah engkau mengimani Allah, mengimani Malaikat-Nya, mengimani Kitab-kitab-Nya, mengimani para Rasul-Nya, mengimani hari kiamat, mengimani qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk” (HR. Muslim No.102, 108).
Dari hadits di atas kemudian dirumuskan Rukun Iman:
Orang yang beriman kepada yang enam di atas disebut mukmin (orang beriman) sekaligus Muslim (pemeluk agama Islam).
Menurut Ibnu Katsir, penghapusan hukum (dianjurkannya puasa) benar adanya bagi orang yang tidak sedang bepergian dan sehat badannya, yaitu dengan diwajibkannya puasa berdasarkan ayat:
‘Barangsiapa di antara kamu hadir di bulan (Ramadhan) itu, wajib baginya puasa‘ (QS. Al Baqarah:185).
Imam Al Alusi dalam tafsirnya menjelaskan: “Yang dimaksud dengan ‘orang-orang sebelum kalian’ adalah para Nabi sejak masa Nabi Adam ‘Alaihissalam sampai sekarang, sebagaimana keumuman yang ditunjukkan dengan adanya isim maushul.
PUASA adalah bahasa Indonesianya Shaum atau Shiyam (Arab). Secara bahasa, menurut Kamus Bahasa Indonesia, puasa artinya:
- Meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan)
- Salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; saum".
Istilah puasa berasal dari bahasa Sansekerta, upawasa. Menurut ahli bahasa Sansekerta, upawasa artinya ritual untuk “masuk” ke Yang Ilahi.
Di masyarakat Jawa juga ada istilah pasa, kemudian berkembang menjadi puasa, yang artinya kekangan, mengekang, menahan sesuatu dari.
Secara istilah, puasa atau shaum/shiyam artinya menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Puasa di bulan Ramadhan diperintahkan Allah SWT pada tahun ke-2 setelah Hijrah Nabi Saw ke Madinah. Tahun itu juga terjadi perang besar pertama antara kaum Muslimin dan musyrikin Makkah, yaitu Perang Badar (Ghazwah al-Badr).
Salah satu rahasia, hikmah, atau alasan diwajibkannya puasa di Bulan Ramadan adalah di bulan inilah diturunkannya Al-Quran.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Kewajiban puasa Ramadhan ditetapkan dalam Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dalam ayat tersebut ada tiga kata kunci:
- Orang-orang beriman --yang wajib berpuasa
- Diwajibkan juga kepada orang sebelum umat Nabi Muhammad Saw
- Tujuan puasa adalah takwa.
Yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah orang-orang yang beriman saja;
Menurut Tafsir Ibnu Katsir: “Firman Allah Ta’ala ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman dari umat manusia dan ini merupakan perintah untuk melaksanakan ibadah puasa” (Tafsir Qur’an Al Azhim Libni Katsir, 1/497)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman”
Siapa yang dimaksud orang-orang yang beriman?
Rasulullah Saw menjelaskan makna iman dalam sebuah hadits:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره
Dari hadits di atas kemudian dirumuskan Rukun Iman:
- Percaya kepada Allah SWT
- Percaya kepada para malaikat.
- Percaya kepada kitab-kitab
- Percaya kepada para Rasul Allah.
- Percaya kepada Hari Akhir (Akhirat)
- Percaya kepada Takdir (Qodho dan Qodar)
Jadi, hanya orang beriman atau hanya kaum Muslim (umat Islam) yang diwajibkan berpuasa Ramadhan.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
“Telah diwajibkan atas kamu berpuasa ”
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian”
Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, yang dimaksud di sini adalah Ahlul Kitab. Menurut Al Hasan, As Suddi, dan As Sya’bi yang dimaksud adalah kaum Nasrani.
Beberapa riwayat menyatakan bahwa puasa umat sebelum umat Muhammad adalah disyariatkannya puasa tiga hari setiap bulan, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya:
Beberapa riwayat menyatakan bahwa puasa umat sebelum umat Muhammad adalah disyariatkannya puasa tiga hari setiap bulan, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya:
"Terdapat riwayat dari Muadz, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Atha’, Qatadah, Ad Dhahak bin Mazahim, yang menyatakan bahwa ibadah puasa awalnya hanya diwajibkan selama tiga hari setiap bulannya, kemudian hal itu di-nasakh dengan disyariatkannya puasa Ramadhan. Dalam riwayat tersebut terdapat tambahan bahwa kewajiban puasa tiga hari setiap bulan sudah ada sejak zaman Nabi Nuh hingga akhirnya di-nasakh oleh Allah Ta’ala dengan puasa Ramadhan”
Kata la’alla dalam Al Qur’an memiliki beberapa makna, diantaranya ta’lil (alasan) dan tarajji ‘indal mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara).
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Agar kalian bertaqwa”
Dengan makna ta’lil, dapat kita artikan bahwa alasan diwajibkannya puasa adalah agar orang yang berpuasa mencapai derajat taqwa.
Dengan makna tarajji, dapat kita artikan bahwa orang yang berpuasa berharap dengan perantaraan puasanya ia dapat menjadi orang yang bertaqwa. (Ad Durr Al Masun karya As Samin Al Halabi hal 138, dan Al Itqan Fii Ulumil Qur’an karya As Suyuthi hal 504).
Imam At Thabari menafsirkan ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian bertaqwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima’ dengan wanita ketika puasa” (Jami’ Al Bayan Fii Ta’wiil Al Qur’an, 3/413).
Imam Al Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat.
Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman, dan jima” (Ma’alim At Tanziil, 1/196)
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan dengan ringkas: “Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat” (Tafsir Al Jalalain, 1/189)
Pengertian Takwa
Secara bahasa (Arab), taqwa berasal dari fi’il ittaqa-yattaqi, yang artinya berhati-hati, waspada, takut.
Secara istilah, definisi taqwa yang terindah adalah yang diungkapkan oleh Thalq Bin Habib Al’Anazi:
“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap adzab Allah” (Siyar A’lamin Nubala, 8/175)
العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ
Allah SWT menegaskan, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Demikian Tafsir Surat Al Baqarah:183 tentang Puasa Ramadhan. Wallahu a'lam bish-shawabi.
Sumber: Shahihain, Tafsir Ibnu Katsir, Muslim.or.id
Post a Comment