Website Dakwah untuk Kemuliaan Islam dan Kaum Muslim

Tiga Versi Penyebab Rusuh Mako Brimob

Tiga Versi Penyebab Rusuh Mako Brimob
Keterangan pers polisi tak sepenuhnya menjawab penyebab kericuhan berdarah di Mako Brimob. 

Berikut ini Tiga Versi Penyebab Rusuh Mako Brimob: Polisi, Napi Teroris, dan Tim Pengacara Muslim.

Penyebab Rusuh Mako Brimob versi Polisi

Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, penyebab rusuh Mako Brimob adalah soal makanan.

Disebutkan, awal mula kerusuhan terjadi karena adanya keributan yang dilakukan tahanan karena urusan makanan.

Tahanan kasus terorisme, Wawan, tersangka kasus Bom Pandawa, disebut Setyo menjadi pemicu keributan sehingga mempengaruhi tahanan lainnya.

"Siang atau sore, ini kan ada makanan yang dititip keluarga. Katanya nitipke Pak Budi (petugas). Pak Budi sedang tidak tugas atau sedang keluar, jadi dicari-cari nggak ada. Dia bikin ribut, goyang-goyang, si Wawan (menanyakan) mana titipan makanannya. Ribut, ribut, sehingga memicu yang lain," ujar Setyo.

Pada sore ke malam hari, tahanan terorisme mulai menjebol terali sel. Mereka juga menyerang polisi penjaga yang sedang berpatroli di blok tahanan.

"Ada yang bawa senjata tajam juga. Di dalam mungkin sudah disiapin." ujar Setyo.

Dalam kerusuhan ini, ada 5 polisi yang gugur. Kelimanya adalah Briptu Luar Biasa Anumerta Fandy Nugroho, Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli, dan Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.

Satu anggota Densus 88, Bripka Iwan Sarjana, disandera. Satu napi teroris yang tewas karena melakukan perlawanan kepada petugas adalah Abu Ibrahim alias Beny Syamsu

Menurut Setyo, Wawan adalah anggota kelompok JAD Bandung. Abu Ibrahim, yang berasal dari Pekanbaru, juga anggota JAD.

Penyebab Rusuh Mako Brimob versi Napi 

Napi terosis mengakui, penyebab rusuh Mako Brimob adalah soal makanan, namun tidak hanya soal makakan. Rusuh Mako Brimob disebabkan akumulasi masalah lainnya.

“Jadi ini berawal dari semua permasalahan yang sudah dikumpul-kumpul, diakumulasi oleh ikhwan-ikhwan, dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak: makanan, kemudian masalah besukan, dan sebagainya,” ujar Abu Qutaibah alias Iskandar alias Alexander.

Abu Qutaibah adalah sosok yang dituakan di antara penghuni tiga blok khusus tindak pidana terorisme di Rutan Mako Brimob. Ia adalah narapidana tindak pidana terorisme (napiter) Bom Kampung Melayu yang ditangkap pada Juni 2017 oleh Densus 88 Mabes Polri.

Rekaman Abu Qutaibah menjadi tambahan informasi ihwal penyebab ricuh yang membuat lima personel polisi tewas dan terjadi drama penyanderaan seperti klaim pihak kepolisian.

Menurut Abu Qutaibah, insiden pemberontakan napi dan terdakwa kasus terorisme di Mako Brimob itu akumulasi kekesalan para napi teroris karena barang titipan yang diberikan kolega mereka tak bisa masuk ke ruang tahanan. 

Selain itu, ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika besuk. “Akhwat kami ditelanjangi,” ujar Abu Qutaibah.

“Itu terkadang sudah pakai celana dalam, disuruh loncat jongkok. Ini dengan tujuan kalau ada barang terlarang bisa jatuh karena disuruh loncat-loncat. Ini satu hal yang tidak manusiawi menurut kami,” tambah Qutaibah.

Akumulasi kekesalan itu kemudian meledak saat permintaan penjelasan para napiter kepada petugas tak direspons dengan baik. Para napiter mendatangi kantor sipir untuk meminta penjelasan kenapa barang, termasuk makanan yang diberikan oleh keluarga mereka, tidak diantara ke tahanan.

Saat para napiter meminta penjelasan, kata Abu Qutaibah, seorang anggota Densus 88 meletuskan tembakan yang melukai rekan mereka. 

Tembakan itu tepat mengenai dada kiri seorang tahanan. Belakangan, diketahui tahanan yang tertembak itu adalah Wawan Kurniawan alias Abu Afif.

Petugas kemudian melepas tembakan kembali dan menumbangkan Benny Syamsu, terdakwa tindak pidana terorisme asal Pekanbaru, yang persidangannya satu majelis dengan Wawan di PN Jakarta Barat. 

Saat mengetahui rekan mereka tumbang, kemarahan memuncak dan situasi tak bisa dikendalikan.

"Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan, kemudian ikhwan kami terluka. Satu orang,” kata Qutaibah.

“Wallahu a'lam ini semua di luar dugaan kami. Jadi kalau pihak Densus menyalahkan kami, tidak bisa. Karena insiden ini tidak ada rencana sebelumnya.”

Perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika membesuk tahanan di Mako Brimob, dibantah Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto.

"Enggak mungkin lah kalau itu. Hoaks itu saya berani jamin kalau yang menjenguk ditelanjangi, nggak mungkin," kata Setyo.

Penyebab Rusuh Mako Brimob versi TPM

Penuturan Napi Teroris diperkuat pernyataan Tim Pengacara Muslim (TPM). Menurut TPM, salah satu pemicu kerusuhan adalah karena hak-hak kemanusian. 

"Mulai dari penangkapan, penahanan sampai mereka disidangkan dan ditahan itu banyak hal yang dirasakan sebagai pelanggaran hak-hak asasi mereka," jelas anggota TPM Ahmad Michdan.

Menurut Michdan, selama ini penangkapan terhadap mereka tidak manusiawi, karena seharusnya mereka ditangkap secara baik-baik tidak perlu diculik dan perlakuan kasar. Padahal, saat penangkapan mereka tidak sedang melakukan hal-hal yang membahayakan.

Misalnya, mereka sedang berjualan tiba-tiba diculik, kecuali memang sedang melakukan aksi terorisme. Apalagi, sambungnya, para teroris itu sebenarnya orang baik-baik.

"Kalau kekerasan itu sudah dari awal sampai mereka jadi napi itu mereka terima, saya sudah adukan ke Komnas dari dulu," tambahnya.

TPM juga menyebutkan soal pemeriksaan superketat terhadap keluarga mereka. Seperti istri para narapidana yang ingin membesuk harus digeledah untuk diperiksa. 

Padahal, kata Michdan, kalau selama ini mereka dipandang baik selama membesuk suaminya tidak perlu seperti itu. 

"Nah istrinya mengadu (ditelanjangin) dan suaminya yang memiliki pemahaman Islam seperti itu, kan ini ranah privat," ungkap Michdan.

Michdan juga mengemukakan soal jatah makanan selama mereka di dalam tahanan. Para napi merasa makanan yang didapat jauh dari kata layak.

Tidak hanya porsi makanan yang sedikit, tapi gizi yang ada dalam makanan itu juga tidak memadai. Selain itu, akhir-akhir ini mereka juga tidak boleh menerima makanan dari luar yang dibawa oleh pembesuk.

"Saya kira itu akumulasi dari permasalahan-permasalahan yang ada. Kita bisa ambil hikmah dari tragedi ini," ucap Michdan.

Sumber: Detik / Republika / Tirto

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post