Seorang jurnalis Amerika, Annalee Newitz, dalam catatannya mengenai “A History of Clickbait: The First 100 Years” menyatakan, umpan klik (clickbait) adalah bentuk terendah dari Jurnalisme Media Sosial (Clickbait is the lowest form of social media journalism)
Fenomena trend judul bombastis yang mewabah di media online ataupun media mainstream saat ini merupakan bagian dari sisi gelap jurnalistik.
Pasalnya, kehadiran judul sensasional yang menghiasi headline portal berita online saat ini kurang diimbangi dengan sajian isi berita yang proporsional dan substansial.
Clickbait journalism ini berorientasi pada ekonomi, mengejar klik untuk menaikan trafik. Semakin banyak klik yang didapat dari pengunjung website, semakin banyak income untuk perusahaan.
Tidak hanya menonjolkan judul yang berlebihan, kini berita yang disajikan pun hanya sepotong-sepotong, mengharuskan pembaca meng-klik sejenis tombol selanjutnya. Informasi yang diberikan memang cepat, namun kurang akurat.
Sulit untuk masyarakat pembaca sekarang menghindari jebakan klik yang memprihatinkan tersebut, mengingat bahwa notifikasi judul-judul berita itu telah tersambung pada aplikasi pencarian pada gawai mereka.
Rasa penasaran yang besar membuat masyarakat mengunjungi website tersebut, lalu kecewa arena isi berita tidak sesuai dengan judul dan harapan atau dugaannya.
Jurnalisme sampah berupa dengan judul-judul umpan klik ini harus diperangi dengan cara tidak membuka situs-situs berita penganut jurnalisme umpan klik terutama Tribunnews sebagai pelopor jurnalisme sampah bernama jurnalisme umpan klik ini.
Dewan Pers mestinya bertindak untuk membela kepentingan pembaca. Tapi, mungkin Dewan Pers merestui jurnalisme sampah ini?
Fenomena trend judul bombastis yang mewabah di media online ataupun media mainstream saat ini merupakan bagian dari sisi gelap jurnalistik.
Pasalnya, kehadiran judul sensasional yang menghiasi headline portal berita online saat ini kurang diimbangi dengan sajian isi berita yang proporsional dan substansial.
Clickbait journalism ini berorientasi pada ekonomi, mengejar klik untuk menaikan trafik. Semakin banyak klik yang didapat dari pengunjung website, semakin banyak income untuk perusahaan.
Tidak hanya menonjolkan judul yang berlebihan, kini berita yang disajikan pun hanya sepotong-sepotong, mengharuskan pembaca meng-klik sejenis tombol selanjutnya. Informasi yang diberikan memang cepat, namun kurang akurat.
Sulit untuk masyarakat pembaca sekarang menghindari jebakan klik yang memprihatinkan tersebut, mengingat bahwa notifikasi judul-judul berita itu telah tersambung pada aplikasi pencarian pada gawai mereka.
Rasa penasaran yang besar membuat masyarakat mengunjungi website tersebut, lalu kecewa arena isi berita tidak sesuai dengan judul dan harapan atau dugaannya.
Jurnalisme sampah berupa dengan judul-judul umpan klik ini harus diperangi dengan cara tidak membuka situs-situs berita penganut jurnalisme umpan klik terutama Tribunnews sebagai pelopor jurnalisme sampah bernama jurnalisme umpan klik ini.
Dewan Pers mestinya bertindak untuk membela kepentingan pembaca. Tapi, mungkin Dewan Pers merestui jurnalisme sampah ini?
Post a Comment