Popularitas Jokowi luntur. Jokowi effect di Pilpres 2014 meredup di Pilres 2019 akibat Sandiaga effect yang kian benderang. Indikasi #GantiPresiden2019 kian menguat.
Akibatnya, Jokowi panik. Ia pun memilik strategi menyerang Prabowo secarabertubi-tubi saat debat pertama. Serangan Jokowi akan berlanjut di debat berikutnya, demi menaikkan elektabilitas dan meredupkan popularitas Prabowo-Sandi.
Menurut peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Jokowi saat ini konsisten menyerang kubu lawan, setidaknya mulai dari debat pilpres perdana.
"Iya kayanya Pak Jokowi konsisten untuk menyerang, dari perdebatan pertama dia mengatakan dengan lantangnya bahwa dia tidak punya masalah masa lalu, melanggar HAM, dan hal-hal seperti itu. Lalu ketua umum tandatangan caleg-caleg yang bermasalah karena pernah napi dan sebagainya," kata Siti kepada detikcom, Sabtu(2/2/2019).
Siti mengatakan, serangan Jokowi itu bisa jadi disebabkan oleh posisinya yang berbeda drastis dengan Pilpres 2014.
Jokowi, disebut Siti, mempunyai efek yang begitu kuat saat Pilpres 2014.
"Iya kalau menurut saya beda sekali, kali ini Jokowi 2019 dibandingkan dengan Jokowi di 2014. Jokowi 2014 itu bukanlah petahana tapi posisi dan pengelu-eluannya itu luar biasa. Jadi semua istilahnya itu berpihak pada Jokowi. Media darling ya, pokoknya diharapkan hampir semua elemen bangsa sehingga kita baru menyaksikan seperti apa pelantikan seorang presiden di 2014 itu, Oktober kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, kayanya nggak pernah seperti itu," jelasnya.
Menurut Siti, Jokowi effect itu luntur menjelang Pilpres 2019. Siti menyatakan, justru efek tersebut malah beralih ke kubu lawan, yakni cawapres Sandiaga Uno.
"Di Pemilu 2019 ini kita tidak mendengar Jokowi effect itu, 2014 Jokowi effect sehingga kalau tidak salah Indo Barometer waktu itu menyegerakan ketika ada launching dari hasil surveinya, kebetulan saya yang membahas juga dalam waktu itu. Itu November 2013, dia bahkan mendorong PDIP cepat-cepat, sesegera mungkin deklarasi Jokowi karena apa? Jokowi effect, padahal pemilunya nggak serentak," ujarnya.
"Ini yang tidak muncul 2019 ini, malah yang muncul Sandiaga Uno effect, jadi gendang itu malah ditabuh oleh Sandiaga, dengan titik-titik yang ribuan mengatakan sudah ke sana. Ya mungkin titiknya tingkat RT RW, kecamatan, ke daerah memang seribu," sambung dia.
Dari analisis Siti, jelas Jokowi panik. Demikian juga para pendukungnya. Kubu Jokowi lebih banyak menyerang kubu Jokowi dengan kampanye negatif, termasuk "mendukung" tabloid Indonesia Barokah yang jelas-jelas media propaganda untuk menyerang Prabowo.*
Akibatnya, Jokowi panik. Ia pun memilik strategi menyerang Prabowo secarabertubi-tubi saat debat pertama. Serangan Jokowi akan berlanjut di debat berikutnya, demi menaikkan elektabilitas dan meredupkan popularitas Prabowo-Sandi.
Menurut peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Jokowi saat ini konsisten menyerang kubu lawan, setidaknya mulai dari debat pilpres perdana.
"Iya kayanya Pak Jokowi konsisten untuk menyerang, dari perdebatan pertama dia mengatakan dengan lantangnya bahwa dia tidak punya masalah masa lalu, melanggar HAM, dan hal-hal seperti itu. Lalu ketua umum tandatangan caleg-caleg yang bermasalah karena pernah napi dan sebagainya," kata Siti kepada detikcom, Sabtu(2/2/2019).
Siti mengatakan, serangan Jokowi itu bisa jadi disebabkan oleh posisinya yang berbeda drastis dengan Pilpres 2014.
Jokowi, disebut Siti, mempunyai efek yang begitu kuat saat Pilpres 2014.
"Iya kalau menurut saya beda sekali, kali ini Jokowi 2019 dibandingkan dengan Jokowi di 2014. Jokowi 2014 itu bukanlah petahana tapi posisi dan pengelu-eluannya itu luar biasa. Jadi semua istilahnya itu berpihak pada Jokowi. Media darling ya, pokoknya diharapkan hampir semua elemen bangsa sehingga kita baru menyaksikan seperti apa pelantikan seorang presiden di 2014 itu, Oktober kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, kayanya nggak pernah seperti itu," jelasnya.
Menurut Siti, Jokowi effect itu luntur menjelang Pilpres 2019. Siti menyatakan, justru efek tersebut malah beralih ke kubu lawan, yakni cawapres Sandiaga Uno.
"Di Pemilu 2019 ini kita tidak mendengar Jokowi effect itu, 2014 Jokowi effect sehingga kalau tidak salah Indo Barometer waktu itu menyegerakan ketika ada launching dari hasil surveinya, kebetulan saya yang membahas juga dalam waktu itu. Itu November 2013, dia bahkan mendorong PDIP cepat-cepat, sesegera mungkin deklarasi Jokowi karena apa? Jokowi effect, padahal pemilunya nggak serentak," ujarnya.
"Ini yang tidak muncul 2019 ini, malah yang muncul Sandiaga Uno effect, jadi gendang itu malah ditabuh oleh Sandiaga, dengan titik-titik yang ribuan mengatakan sudah ke sana. Ya mungkin titiknya tingkat RT RW, kecamatan, ke daerah memang seribu," sambung dia.
Dari analisis Siti, jelas Jokowi panik. Demikian juga para pendukungnya. Kubu Jokowi lebih banyak menyerang kubu Jokowi dengan kampanye negatif, termasuk "mendukung" tabloid Indonesia Barokah yang jelas-jelas media propaganda untuk menyerang Prabowo.*
Post a Comment