AGAMA menurut Dr. M.A. Jabbar Beg (1984), mempengaruhi dan membentuk pandangan dunia (world view) seseorang. Agama menciptakan perasaan tanggungjawab terhadap Tuhannya dengan menyadarkannya bahwa ia merupakan bagian dari alam semesta.
Agama, lanjut Beg, bisa mempengaruhi sikap moral seseorang. Ia bisa mencegahnya berbuat jahat dan tercela; membuatnya mampu berbuat baik, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain.
Jika kita sepakat dengan pandangan di atas, kita melihat bagaimana pentingnya agama bagi kehidupan seseorang dan kehidupan di dunia ini pada umumnya. Kita juga bisa mengukur diri, apakah agama yang kita anut (Islam) telah berperan atau diperankan dalam diri kita sebagaimana dikatakan Beg di atas? Artinya, apakah Islam yang kita anut telah kita perankan dalam diri sebagai pencipta rasa tanggung jawab terhadap Tuhan (Allah SWT), memperbaharui sikap moral kita, dan menjadikan kita orang yang baik perilakunya?
Jika jawabannya "Ya", maka keberagamaan kita sudah benar. Bahwa kita memeluk Islam secara sungguh-sungguh, sesuai pengertian Islam itu sendiri, yakni pasrah pada ketentuan Allah SWT yang antara lain memerintahkan kita berbuat dan berakhlak baik.
Namun jika jawabannya "Tidak", ini yang menjadi masalah, apalah artinya keberagamaan atau kemusliman kita?
***
ISLAM diwahyukan Allah SWT pada hakikatnya untuk membimbing umat manusia menjadi hamba-Nya yang berakhlak baik dan taat. Islam memberi kita pedoman untuk menjadi makhluk Allah yang berbakti pada-Nya, menjadi khalifah-Nya di bumi ini untuk memakmurkan kehidupan ini.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan mampu istiqomah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya (istiqamah). Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, aku beriman pada Allah, kemudian beristiqamahlah!).
Idealnya, seorang Muslim benar-benar tercelup jiwanya oleh "celupan Allah" (shibghatullah), karena tidak ada yang lebih baik daripada "celupan"-Nya (Q.S. 2:138). Islam menghendaki umatnya menjadi "umat pertengahan" (ummatan wasathan) yang menjadi saksi atas umat manusia (Q.S. 2:143); mencintai Allah dengan sepenuh hati (Q.S. 2:165) yang terwujudkan dalam kepatuhan pada-Nya; melaksanakan "tauhid individual" dan "tauhid sosial" berupa melaksanakan ibadah ritual seperti shalat dan zakat, berlaku sabar dalam keadaan lapang dan sengsara, menepati janji, berbuat baik pada kerabat, anak yatim, kaum miskin, musafir, dan peminta-minta (Q.S. 2:177). Singkatnya: berbuat baik dan menafkahkan harta di jalan Allah (Q.S. 2:195).
Agama, lanjut Beg, bisa mempengaruhi sikap moral seseorang. Ia bisa mencegahnya berbuat jahat dan tercela; membuatnya mampu berbuat baik, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain.
Jika kita sepakat dengan pandangan di atas, kita melihat bagaimana pentingnya agama bagi kehidupan seseorang dan kehidupan di dunia ini pada umumnya. Kita juga bisa mengukur diri, apakah agama yang kita anut (Islam) telah berperan atau diperankan dalam diri kita sebagaimana dikatakan Beg di atas? Artinya, apakah Islam yang kita anut telah kita perankan dalam diri sebagai pencipta rasa tanggung jawab terhadap Tuhan (Allah SWT), memperbaharui sikap moral kita, dan menjadikan kita orang yang baik perilakunya?
Jika jawabannya "Ya", maka keberagamaan kita sudah benar. Bahwa kita memeluk Islam secara sungguh-sungguh, sesuai pengertian Islam itu sendiri, yakni pasrah pada ketentuan Allah SWT yang antara lain memerintahkan kita berbuat dan berakhlak baik.
Namun jika jawabannya "Tidak", ini yang menjadi masalah, apalah artinya keberagamaan atau kemusliman kita?
***
ISLAM diwahyukan Allah SWT pada hakikatnya untuk membimbing umat manusia menjadi hamba-Nya yang berakhlak baik dan taat. Islam memberi kita pedoman untuk menjadi makhluk Allah yang berbakti pada-Nya, menjadi khalifah-Nya di bumi ini untuk memakmurkan kehidupan ini.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan mampu istiqomah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya (istiqamah). Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, aku beriman pada Allah, kemudian beristiqamahlah!).
Idealnya, seorang Muslim benar-benar tercelup jiwanya oleh "celupan Allah" (shibghatullah), karena tidak ada yang lebih baik daripada "celupan"-Nya (Q.S. 2:138). Islam menghendaki umatnya menjadi "umat pertengahan" (ummatan wasathan) yang menjadi saksi atas umat manusia (Q.S. 2:143); mencintai Allah dengan sepenuh hati (Q.S. 2:165) yang terwujudkan dalam kepatuhan pada-Nya; melaksanakan "tauhid individual" dan "tauhid sosial" berupa melaksanakan ibadah ritual seperti shalat dan zakat, berlaku sabar dalam keadaan lapang dan sengsara, menepati janji, berbuat baik pada kerabat, anak yatim, kaum miskin, musafir, dan peminta-minta (Q.S. 2:177). Singkatnya: berbuat baik dan menafkahkan harta di jalan Allah (Q.S. 2:195).
Para pemeluk Islam telah digelari Allah sebagai umat pilihan, sebaik-baik umat (khairu ummah) yang bertugas mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran (Q.S. 3:110).
***
JIKA seorang Muslim tidak berperilaku sebagaimana tuntutan agamanya, maka bukan saja hal itu merugikan dirinya dan orang lain tetapi juga menodai citra Islam di mata kaum non-Muslim; akan mengakibatkan citra baik Islam "terhijab oleh umatnya sendiri". Apalagi banyak non-Muslim yang mengidentikkan Islam dengan umat Islam, atau menyamakan Islam dengan perilaku individual Muslim. Sehingga, kejelekan perilaku umat Islam divonis sebagai kejelekan Islam sebagai agama.
Padahal, ketika orang yang mengaku Muslim berbuat jahat/buruk, kita sepakat, bukan Islamnya yang salah atau tidak punya kekuatan mengatur perilaku umatnya agar berbuat baik dan benar. Akan tetapi si Muslim itu sendiri yang tidak benar atau tidak sungguh-sungguh keislamannya.
Al-Quran sendiri menegaskan, "masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan" (udkhulu fis-silmi kaffah). Artinya, jika mengakui Islam sebagai agama anutan, kita diperintahkan untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Islam.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan mampu istiqomah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya (istiqamah). Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, aku beriman pada Allah, kemudian beristiqamahlah!).
Akhirnya, marilah kita sama-sama melakukan introspeksi: sudah benarkan keislaman kita? Sudahkah Islam menjadi "kekuatan besar" yang mengendalikan perilaku keseharian kita? Semoga kita termasuk orang yang selalu berusaha dan diberi kekuatan oleh Allah SWT menjadi Muslim yang baik. Amin! *
***
JIKA seorang Muslim tidak berperilaku sebagaimana tuntutan agamanya, maka bukan saja hal itu merugikan dirinya dan orang lain tetapi juga menodai citra Islam di mata kaum non-Muslim; akan mengakibatkan citra baik Islam "terhijab oleh umatnya sendiri". Apalagi banyak non-Muslim yang mengidentikkan Islam dengan umat Islam, atau menyamakan Islam dengan perilaku individual Muslim. Sehingga, kejelekan perilaku umat Islam divonis sebagai kejelekan Islam sebagai agama.
Padahal, ketika orang yang mengaku Muslim berbuat jahat/buruk, kita sepakat, bukan Islamnya yang salah atau tidak punya kekuatan mengatur perilaku umatnya agar berbuat baik dan benar. Akan tetapi si Muslim itu sendiri yang tidak benar atau tidak sungguh-sungguh keislamannya.
Al-Quran sendiri menegaskan, "masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan" (udkhulu fis-silmi kaffah). Artinya, jika mengakui Islam sebagai agama anutan, kita diperintahkan untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Islam.
Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan mampu istiqomah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya (istiqamah). Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, aku beriman pada Allah, kemudian beristiqamahlah!).
Akhirnya, marilah kita sama-sama melakukan introspeksi: sudah benarkan keislaman kita? Sudahkah Islam menjadi "kekuatan besar" yang mengendalikan perilaku keseharian kita? Semoga kita termasuk orang yang selalu berusaha dan diberi kekuatan oleh Allah SWT menjadi Muslim yang baik. Amin! *
Post a Comment