Website Dakwah untuk Kemuliaan Islam dan Kaum Muslim

Pengertian NKRI Syariah - Hasil Ijtima Ulama IV Bogor 2019

Pengertian NKRI Syariah - Hasil Ijtima Ulama IV Bogor 2019
Kesepakatan atau Ijtima' Ulama IV di Bogor, Senin 5 Agustus 2019, mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Para ulama yang hadir mengajak umat Islam mewujudkan "NKRI bersyariah berdasarkan Pancasila".

Penanggung jawab Ijtimak Ulama IV Yusuf Muhammad Martak mengatakan, semua ulama telah sepakat untuk menerapkan syariat Islam. Ijtimak Ulama IV juga menyinggung soal penegakan sistem khilafah.

"Ijtimak Ulama bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat penerapan syariah, dan penegakan khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam," ujar Yusuf Muhammad Martak di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Senin (5/8/2019).

Ijtimak ulama juga sepakat melawan pemerintahan yang zalim secara konstitusional.

Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan, dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci, di atas ayat konstitusi, agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

Ijtima Ulama IV juga menyinggung kecurangan pada Pemilu 2019. "Bahwa Pemilu 2019 adalah pemilu curang yang terstruktur, sistematis, masif, dan brutal," imbuhnya.

8 rekomendasi Ijtimak Ulama IV

Berikut isi lengkap 8 rekomendasi Ijtimak Ulama IV:

1. Menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut

2. Menolak segala putusan hukum yang tidak memenuhi prinsip keadilan.

3. Mengajak seluruh ulama dan umat untuk terus berjuang dan memperjuangkan

-3.1. Penegakan hukum terhadap penodaan agama apapun, oleh siapapun sesuai amanat undang-undang anti penodaan agama, dan tertuang dalam MPRS Nomor 1 tahun 1995 juncto UU Nomor 5 tahun 1999, juncto pasal 156 a

-3.2. Mencegah bangkitnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme, maoisme, dalam bentuk apapun dan cara apapun. Sesuai amanat TAP MPRS Nomor 28 Tahun 1966, UU Nomor 27 Tahun 1999 juncto KUHP Pasal 1,107 a, 107 b, 107 c, 107 d, dan 107 e.

-3.3. Menolak segala bentuk perwujudan tatanan ekonomi kapitalisme, dan liberalisme, di segala bidang termasuk penjualan aset negara kepada asing maupun aseng. Dan memberikan kesempatan pada semua pribumi, tanpa memandang suku maupun agama untuk menjadi tuan di negeri sendiri.

-3.4. Pembentukan tim investigasi dan advokasi untuk mengusut tuntas tragedi 2019, yang terkait kematian lebih dari 500 petugas pemilu, tanpa otopsi dan lebih dari 11 ribu petugas pemilu, yang jatuh sakit serta ratusan rakyat yang terluka, ditangkap, dan disiksa bahkan 10 orang dibunuh secara keji dan 4 di antaranya adalah anak-anak.

-3.5. Menghentikan agenda pembubaran ormas islam serta stop kriminalisasi ulama, maupun persekusi, dan serta membebaskan semua ulama dan aktivis 212 beserta simpatisan yang ditahan, dipenjara pasca aksi 212 tahun 2016 hingga kini, dari segala tuntutan, serta memulangkan imam besar umat Islam Indonesia Habib Muhammad Rizieq bin Husain Shihab ke Indonesia tanpa syarat apapun.

-3.6 Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan, dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci, di atas ayat konstitusi, agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

4. Perlunya ijtimak ulama dilembagakan sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama, serta tokoh istiqomah untuk terus menjaga kemaslahatan agama bangsa dan negara.

5. Perlunya dibangun kerja sama dari pusat hingga daerah, antar ormas Islam dan parpol yang selama ini istiqomah berjuang bersama habaib dan ulama, serta umat islam dalam membela agama bangsa dan negara.

6. Menyerukan kepada umat Islam untuk mengkonversi simpanan dalam bentuk logam mulia

7. Membangun sistem kaderisasi yang sistematis, dan terencana, sebagai upaya melahirkan generasi islam yang tangguh dan berkualitas.

8. Memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial, tentang perempuan anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama, dan budaya. Hasbunallah nimal wakil, nimal maula wanimal nasir.

Pengertian NKRI Syariah

Dilansir VOA Indonesia, 18 Juli 2018, “NKRI Syariah” adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memasukkan unsur atau nilai-nilai agama Islam ke dalam tatanan pemerintahan.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, warga Indonesia yang menyetujui konsep ini sudah ada sejak 2005 dan jumlahnya terus naik.

Pada 2005 jumlah warga yang pro-“NKRI Syariah” mencapai 4,6 persen dan melesat naik menjadi 7,3 persen pada 2010. Pada tahun ini, jumlah warga pro “NKRI Syariah” sudah hampir dua kali lipat, yaitu 13,2 persen.

Survei dilakukan antara 28 Juni hingga 5 Juli 2018 atas 1.200 responden. Dalam survei itu ditemukan seiring dengan meningkatnya keinginan menerapkan “NKRI Syariah,” jumlah mereka yang setuju dengan “NKRI Pancasila” turun cukup drastis, yaitu dari 85,2 persen pada 2005, menjadi 75,3 persen pada 2018 ini.

Pengamat dan antropolog politik dari FISIP Universitas Indonesia, Al Chaidar, menilai temuan LSI itu tidak perlu dikhawatirkan.

Menurutnya, yang diinginkan warga sebenarnya adalah tatanan kenegaraan yang lebih mengedepankan etika dan ajaran agama, yang sudah terkandung dalam beberapa aturan hukum.

“Saya kira tidak perlu khawatir karena yang diperjuangkan oleh mereka yang menginginkan NKRI Syariah itu adalah kembalinya Piagam Jakarta, yang sebenarnya tidak begitu realistis. Tapi sejauh ini mereka beranggapan hal itu yang paling mungkin diperjuangkan di Indonesia,” papar Al Chaidar.

“Jadi banyak aktivis Islam yang menilai bahwa memperjuangkan Islam dan khilafah di Indonesia adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin. Yang paling mungkin adalah memperjuangkan NKRI Syariah karena oleh otorita berwenang, yang merupakan garda dan pengawal NKRI, konsep ini dianggap tidak bertentangan,” kata Chaidar.

Menurut Chaidar, tuntutan untuk memasukkan aturan hukum Islam dalam tatanan bernegara ini sebenarnya sudah dimasukkan ke dalam beberapa aturan hukum, seperti kompilasi hukum Islam atau KHI, yang sudah ada sejak jaman Orde Baru.

Al Chaidar menilai, pemerintah saat ini sudah cukup akomodatif mendengar keinginan menerapkan aturan hukum agama itu. Ia juga yakin pemerintah akan mampu mengatasi jika ada tuntutan-tuntutan baru.

“Saya kira dengan diberi peluang, mereka yang menuntut NKRI Syariah ini malah lebih kalem. Lihat saja bagaimana dengan Majelis Mujahidin Indonesia MMI yang tadinya sangat keras, radikal dan fundamentalis, kini mengalihkan perjuangan mereka dari keinginan membentuk negara Islam menjadi keinginan membentuk NKRI Syariah,” kata Al Chaidar. (detik.com/voaindonesia.com).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post